Apindo Jabar : Formulasi Disparitas Upah Minimum Semakin Parah Antar-Daerah

- Jumat, 18 November 2022 | 22:59 WIB
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik


AYOBANDUNG.COM--Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menyayangkan keputusan penerbitan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.

Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan, formula penetapan upah baru tersebut tidak mencerminkan kepastian hukum dan usaha.

"Belum lagi hierarki peraturan dilanggar, bagaimana bisa permenaker melawan peraturan pemerintah (PP)?" ujarnya, Jumat 18 November 2022.

Baca Juga: Kemnaker : Upah Minimum Tahun 2023 Maksimal Naik 10 Persen

Menurutnya, penerbitan permenaker baru bisa memicu pembuatan aturan di bawahnya seperti keputusan gubernur hingga bupati/wali kota.

"Sungguh bahaya sekali apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan di bawahnya," katanya.

Terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini juga telah melanggar hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan tersebut menyatakan tentang penangguhan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Selanjutnya, kata dia, tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) hingga dua tahun, yang berarti hingga tahun 2023 sampai proses pembentukan peraturan perundang – undangan tersebut dilakukan revisi selesai.

Baca Juga: PHK Massal Ditengah Pembahasan UMK Kabupaten Bandung, Akal-akalan Atau Kewaspadaan?

Prinsip upah minimum kabupaten/kota (UMK) seharusnya merupakan safety net pekerja di tingkat buruh dan upaya mengurangi disparitas.

Hal ini menjadi terlanggar karena hasil simulasi dengan rumus atau formula baru justru menunjukkan daerah yang sebelumnya memiliki UMK melebihi ambang batas atas bisa jauh melesat.

"Seperti Kabụpaten Bogor, Kabụpaten Purwakarta, Kabụpaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi justru dengan formula baru ini, mengalami kenaikan jauh lebih besar dari wilayah dengan UMK rendah, seperti Ciamis, Banjar, Kuningan, dan Pangandaran," paparnya.

Dia menjelaskan, saat ini industri padat karya sudah mengalami goncangan akibat turunnya order ekspor dipicu krisis global. Selanjutnya, membanjirnya barang – barang impor yang membuat pasar domestik semakin sempit untuk produk lokal.

Baca Juga: Bupati Bandung Kritisi Kebijakan Penentuan UMK

"Formula ini saya sebut aneh bin ajaib karena justru membuat UMKUMK yang tingginya di atas ambang batas, mendapatkan kenaikan yang juga jauh lebih tinggi dibanding daerah lain," paparnya.

Halaman:

Editor: Adi Ginanjar Maulana

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X