Oleh T Bachtiar*
SIANG ITU, air duwegan, kelapa muda, terasa segar sekali. Dari bangku dan meja panjang yang dibuat dari bambu, di lembah Ci Wulan, terlihat dengan jelas persawahan yang berteras-teras. Pohon manglid menjulang lurus. Tiupan angin mengipasi para pengunjung yang sedang menuruni anak tangga menuju pusat Kampung Naga.
Secara garis besar, bangunan di Kampung Naga itu terdiri dari rumah warga, bumi ageung, masjid, bale patemon (balai pertemuan), dan leuit (lumbung padi). Kawasan permukimannya dibatasi pagar yang disebut kandang jaga.
Susunan rumah-rumahnya terlihat rapi di lahan miring yang diratakan sesuai dengan kebutuhan luas bidang rumah, sehingga menjadi bertingkat-tingkat. Tebing yang sedikit dipotong, diperkuat dengan turap berupa susunan batu kali.
Seluruh rumahnya beratap ijuk, berdinding bilik, anyaman halus dari bambu yang dilabur putih. Rangka pintu dibuat dari kayu, sedangkan bagian tengahnya dibuat dari anyaman bambu yang disebut sasag. Saat ini rumah-rumahnya sudah berpintu dua, ada penyesuaian pada kebutuhan praktis para pemiliknya, kecuali bumi ageung.
Baca Juga: Ferry Irawan Ancam Sebar Video Bugil Berdua, Venna Melinda: Saya Pasrah!
Seluruh rumah berupa rumah panggung yang disangga tatapakan, batu persegi panjang dengan tinggi 60 cm. Lantai rumah memakai palupuh. Rumah panggung memiliki kolong imah, kolong rumah, yang dimanfaatkan untuk menyimpan suluh (kayubakar), alat-alat pertanian, dan ada yang dijadikan kandang ayam.
Mataair berlimpah di Kampung Naga. Airnya mengalir dari satu petak sawah ke petak sawah yang ada di bawahnya. Warganya menaati apa yang menjadi titah karuhun, leluhur.
Ketua adat Kampung Naga bapak Ade Suherlin mencontohkan, bagaimana warganya sangat menjaga alam. Di Kampung Naga ada leuweung larangan, hutan lindung, yang tidak dijaga oleh warga, namun leuweung larangan itu tetap terjaga dengan baik. Pak Ade Suherlin menjelaskan, jangankan untuk menebang pohon atau mengambil dahannya, ada ranting yang jatuh pun, warga Kampung Naga tidak berani untuk mengambilnya. Bahkan, bila tidak mengganggu, ranting yang jatuh itu akan dibiarkan di tempatnya.
Kepatuhan warga Kampung Naga ini merupakan penghormatan kepada leluhur dalam menjaga titah karuhun, yang bila dilanggar akan merasa bersalah.
Ada juga leuweung karamat, hutan keramat, hutan tutupan. Di sana terdapat kuburan makam para uyut pendiri Kampung Naga, yaitu Eyang Sembah Dalem Singaparana. Tanah yang sakral ini hanya boleh dikunjungi oleh warga laki-laki Kampung Naga pada saat upacara hajat sasih.
hajat sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat sa-Naga, cucu, cicit, buyut seketurunan, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga, maupun yang sudah bermukim di luar Kampung Naga, seperti yang tersebar di Kecamatan Salawu, Kecamatan Puspahiang, dan di Kecamatan Cigalontang, atau di tempat yang lebih jauh lagi.
Warga sa-Naga akan terpanggil dan akan datang dengan beragam bawaan yang dapat memenuhi kebutuhan upacara. hajat sasih, merupakan upaya untuk merawat ingatan akan asal-usul dan jatidirinya dengan tindakan nyata.
Artikel Terkait
Menelisik Kesederhanaan Warga Kampung Naga Tasikmalaya
Kampung Naga, Tempat Wisata yang Tidak Biasa
Memuliakan Air di Kampung Naga
Warga Kampung Naga Harmoni di Keluk Ci Wulan