Jejak Pelaut Belanda dan Inggris di Benua Australia

- Senin, 30 Januari 2023 | 10:36 WIB
Peta Terra Australis Incognita.  (sumber gambar: https://es.wikipedia.org/wiki/Archivo:TERRA_AUSTRALIS_INCOGNITA,_Hondius,_1618.jpg)
Peta Terra Australis Incognita. (sumber gambar: https://es.wikipedia.org/wiki/Archivo:TERRA_AUSTRALIS_INCOGNITA,_Hondius,_1618.jpg)

Oleh Andika Yudhistira Pratama*

Australia sebagai benua paling selatan, kini, menjadi semacam prototype peradaban Barat di bumi bagian selatan. Hal ini tidak terlepas dari Bangsa Eropa yang bergiliran mendatangi benua paling selatan ini. Belanda adalah bangsa Eropa yang paling awal tiba di Australia, hingga Inggris yang pada akhirnya menjadikan benua ini sebagai koloninya.

Sebelum penduduk Eropa (khususnya Inggris) mendominasi kehidupan Australia hari ini, suku Aborigin diperkirakan sejak 50.000 – 30.000 tahun yang lalu sudah lebih dulu berada di Benua Australia. Keberadaannya di Benua Australia terjadi selama proses migrasi manusia pada masa pleistosen dan merupakan bagian dalam teori Out of Africa (migrasi manusia dari Afrika).

Dengan ciri-ciri berkulit cokelat gelap, rambut ikal, rambut tubuh yang lebat, dahi dan rahang sempit, serta berkehidupan yang egaliter, kini suku Aborigin hanya menjadi minoritas di Australia sejak ‘ekspansi’ bangsa kulit putih masuk ke Australia.

Baca Juga: Putri Candrawati Terhasut Kuat Maruf, Duri Dalam Rumah Tangga Mengarah ke Perselingkuhan dengan Brigadir J?

Pengetahuan Awal Bangsa Eropa Tentang Benua Australia

Pengetahuan Australia sebagai satu benua di bumi bagi orang Eropa diperkirakan tidak terlepas dari sebuah hipotesis yang berkembang pada abad 2 Masehi, di mana masyarakat Eropa masih berdebat mengenai bentuk bumi; bumi datar atau bumi bulat.

Menurut Hughes (1986) dan Scoot (1966) yang dikutip oleh Drs. J. Siboro dalam Sejarah Australia (1996), di satu pihak, meyakini keberadaan dari antipodes (dua tempat/titik di bumi yang saling berlawanan) dan mengatakan bahwa bumi cenderung berbentuk bulat, teori ini didukung Ptolemy seorang ahli matematika dan geografi dari Iskandariyah sebagai pusat dari Hellenisme pada abad 2 Masehi dan Pomponius Mela seorang ahli geografi klasik pada abad awal Masehi.

Keduanya memiliki hipotesis bahwa terdapat suatu daratan yang luas di belahan bumi selatan yang disebut Terra Australis Incognita (daratan selatan yang belum dikenal) untuk mengimbangi daratan-daratan yang berada di sebelah utaranya.

Hipotesis tersebut, ditentang oleh pihak Gereja Eropa (ahli agama) bernama Cosmas, yang meyakini bahwa bentuk bumi adalah datar seperti hamparan permadani dan siapa yang percaya mengenai antipodes dapat dikatakan telah jatuh dalam perbuatan bid’ah.

Selain itu, Lactantius menolak antipodes. Sebab dirinya menyakini, bahwa tidak mungkin seseorang berjalan dengan kaki lebih tinggi dari kepalanya (terbalik) dan pepohonan tumbuh ke bawah.

Perdebatan mengenai keberadaan Terra Australis Incognita masih terus bertahan hingga abad 15 sampai 16 Masehi. Hingga akhirnya kepastian mengenai keberadaan Terra Australis Incognita baru menemukan titik terang saat bangsa Eropa yang diawali Portugis dan Spanyol melakukan pelayaran yang kemudian diikuti pelayaran bangsa Belanda hingga pelayaran bangsa Inggris yang pada akhirnya menjadikan Australia sebagai daerah koloninya.

Baca Juga: Viral Aksi Pencurian di Masjid Al Jabbar Tertangkap Kamera CCTV, Pengunjung Harap Waspada!

Jejak Pelaut Belanda di Australia

Keberhasilan Turki Utsmani merebut Konstantinopel pada tahun 1453, mendorong bangsa Eropa untuk berlayar mencari wilayah penghasil komoditas yang dicari masyarakat Eropa saat itu (rempah-rempah). Berbekal semangat 3G dan didukung penemuan kompas, mendorong bangsa Portugis dan Spanyol untuk mempelopori penjelajahan dunia.

Portugis menguasai Selat Malaka pada tahun 1511 dan melebarkan kekuasaannya di Nusantara hingga berhasil tiba di Maluku pada tahun 1512. Kemudian Spanyol berhasil tiba Maluku pada tahun 1521, pertemuan kedua bangsa eropa tersebut menimbulkan konflik di Maluku (Ternate-Tidore) diakhiri dengan perjanjian Zaragoza pada tahun 1529.

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Buka Bersama Pejabat Pemerintah, Mengapa Dilarang?

Kamis, 30 Maret 2023 | 15:35 WIB

Mengganti Nama Geografi Kecongkakan Kehendak Pusat

Kamis, 30 Maret 2023 | 13:43 WIB

Selama Ramadhan, Jangan Lupa IBIS

Selasa, 28 Maret 2023 | 14:00 WIB

Wijkmeester Pecinan Suniaraja dan Citepus

Minggu, 26 Maret 2023 | 11:30 WIB

Respek dalam Berkomunikasi

Jumat, 24 Maret 2023 | 11:11 WIB

Ciledug Mengabadikan Sejarah Pembuatan Jalan Raya

Jumat, 24 Maret 2023 | 05:57 WIB

Menebar Dharma Agama dan Negara

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB

Pemborong Bangunan Tan Haij Long

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:20 WIB

Rumitnya Nama Anak-Anak Zaman Sekarang

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:40 WIB

Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:00 WIB

Media Sosial dan Identitas Diri

Senin, 20 Maret 2023 | 09:24 WIB
X