Oleh Andika Yudhistira Pratama*
Australia sebagai benua paling selatan, kini, menjadi semacam prototype peradaban Barat di bumi bagian selatan. Hal ini tidak terlepas dari Bangsa Eropa yang bergiliran mendatangi benua paling selatan ini. Belanda adalah bangsa Eropa yang paling awal tiba di Australia, hingga Inggris yang pada akhirnya menjadikan benua ini sebagai koloninya.
Sebelum penduduk Eropa (khususnya Inggris) mendominasi kehidupan Australia hari ini, suku Aborigin diperkirakan sejak 50.000 – 30.000 tahun yang lalu sudah lebih dulu berada di Benua Australia. Keberadaannya di Benua Australia terjadi selama proses migrasi manusia pada masa pleistosen dan merupakan bagian dalam teori Out of Africa (migrasi manusia dari Afrika).
Dengan ciri-ciri berkulit cokelat gelap, rambut ikal, rambut tubuh yang lebat, dahi dan rahang sempit, serta berkehidupan yang egaliter, kini suku Aborigin hanya menjadi minoritas di Australia sejak ‘ekspansi’ bangsa kulit putih masuk ke Australia.
Pengetahuan Awal Bangsa Eropa Tentang Benua Australia
Pengetahuan Australia sebagai satu benua di bumi bagi orang Eropa diperkirakan tidak terlepas dari sebuah hipotesis yang berkembang pada abad 2 Masehi, di mana masyarakat Eropa masih berdebat mengenai bentuk bumi; bumi datar atau bumi bulat.
Menurut Hughes (1986) dan Scoot (1966) yang dikutip oleh Drs. J. Siboro dalam Sejarah Australia (1996), di satu pihak, meyakini keberadaan dari antipodes (dua tempat/titik di bumi yang saling berlawanan) dan mengatakan bahwa bumi cenderung berbentuk bulat, teori ini didukung Ptolemy seorang ahli matematika dan geografi dari Iskandariyah sebagai pusat dari Hellenisme pada abad 2 Masehi dan Pomponius Mela seorang ahli geografi klasik pada abad awal Masehi.
Keduanya memiliki hipotesis bahwa terdapat suatu daratan yang luas di belahan bumi selatan yang disebut Terra Australis Incognita (daratan selatan yang belum dikenal) untuk mengimbangi daratan-daratan yang berada di sebelah utaranya.
Hipotesis tersebut, ditentang oleh pihak Gereja Eropa (ahli agama) bernama Cosmas, yang meyakini bahwa bentuk bumi adalah datar seperti hamparan permadani dan siapa yang percaya mengenai antipodes dapat dikatakan telah jatuh dalam perbuatan bid’ah.
Selain itu, Lactantius menolak antipodes. Sebab dirinya menyakini, bahwa tidak mungkin seseorang berjalan dengan kaki lebih tinggi dari kepalanya (terbalik) dan pepohonan tumbuh ke bawah.
Perdebatan mengenai keberadaan Terra Australis Incognita masih terus bertahan hingga abad 15 sampai 16 Masehi. Hingga akhirnya kepastian mengenai keberadaan Terra Australis Incognita baru menemukan titik terang saat bangsa Eropa yang diawali Portugis dan Spanyol melakukan pelayaran yang kemudian diikuti pelayaran bangsa Belanda hingga pelayaran bangsa Inggris yang pada akhirnya menjadikan Australia sebagai daerah koloninya.
Baca Juga: Viral Aksi Pencurian di Masjid Al Jabbar Tertangkap Kamera CCTV, Pengunjung Harap Waspada!
Jejak Pelaut Belanda di Australia
Keberhasilan Turki Utsmani merebut Konstantinopel pada tahun 1453, mendorong bangsa Eropa untuk berlayar mencari wilayah penghasil komoditas yang dicari masyarakat Eropa saat itu (rempah-rempah). Berbekal semangat 3G dan didukung penemuan kompas, mendorong bangsa Portugis dan Spanyol untuk mempelopori penjelajahan dunia.
Portugis menguasai Selat Malaka pada tahun 1511 dan melebarkan kekuasaannya di Nusantara hingga berhasil tiba di Maluku pada tahun 1512. Kemudian Spanyol berhasil tiba Maluku pada tahun 1521, pertemuan kedua bangsa eropa tersebut menimbulkan konflik di Maluku (Ternate-Tidore) diakhiri dengan perjanjian Zaragoza pada tahun 1529.
Artikel Terkait
Beasiswa S2-S3 Gratis ke Australia, Ada Tunjangan Ratusan Juta per Tahun
Mengenal Lempeng Indo-Australia Penyebab Gempa Pacitan Magnitudo 5,6
Beasiswa S2-S3 ke Australia 2023 : IPK di Bawah 3, Dapat Uang Saku & Tunjangan Hidup