Miris, kata itulah yang kiranya tepat menggambarkan perasaan masyarakat atas penekenan Perpres No.10 tahun 2021 oleh Presiden Joko Widodo yang memuat izin investasi miras. Dalam lampiran III peraturan presiden No.10 tahun 2021 tersebut memuat investasi mulai dari miras mengandung alkohol.
Miras mengandung alkohol: anggur. Yang lebih meresahkan adalah investasi pada pedagang eceran dan kaki lima, artinya dari hulu ke hilir pemerintah seolah memberikan karpet merah bagi tersebarnya miras di masyarakat.
Perpres ini pun seolah jadi jawaban kecurigaan yang terendus dan berujung pada penolakan omnibus law. Karena pasca omnibus law-lah terjadi perubahan undang-undang nomor 25 tahun 2017 pasal 12 (ayat 3) di mana dalam UU tersebut bidang usaha yang tertutup investasi berdasarkan kriteria "kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup .., serta kepentingan nasional lainnya" adanya ayat ini seolah jadi indikator tertutupnya penanaman modal, poin yang amat substantif untuk menjaga kewarasan bangsa.
Namun ayat ini dihapus dan diganti dalam UU omnibus law dan dirinci dengan rincian yang sebetulnya sudah tidak perlu ada jika pasal 12 ayat 3 masih eksis . Sikap pemerintah ini tentu semakin menghilangkan kepercayaan masyarakat.
Duka Umat Islam
Belum lagi perpres ini seolah menyayat hati umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini. Hukum haram untuk miras bagi umat islam seolah tidak diindahkan bahkan umat islam terkesan dikelabui karena persoalan miras ini baru termuat gamblang pada perpres.
Tidak perlu terlebih dahulu menggunakan dalil, dalam realitanya saja miras telah terbukti menjadi banyak penyebab kriminalitas pada masyarakat, karena menghilangkan kontrol pada kesadaran manusia. Dari sana saja terbukti islam menghendaki kewarasan, kesehatan fisik dan keamanan lingkungkan, lebih-lebih lagi jika digali melalui dalil al-qur'an dan as-sunnah.
Tragedi Bonus Demografi
Indonesia diantara negara yang akan menikmati bonus demografi, di mana usia produktif berada pada puncak mayoritas penduduk. Terbitnya perpres ini bak ancaman bagi produktivitas dan kemajuan bangsa yang kita nantikan sebagai hasil dari bonus demografi. Izin Investasi miras yang dilakukan dari hulu ke hilir ini seolah jadi kesuraman bagi bonus demografi itu sendiri. Terlebih saat kondisi pandemi yang tak kunjung tertangani dimana tingkat kemiskinan makin bertambah, pengangguran semakin tak terkendali sehingga rentan stres. Di sisi lain pemerintah pada kondisi tersebut melalui Perpres izin investasi miras tersebut berbanding lurus dengan kemudahan akses miras bahkan hingga pedagang kaki lima.