Dari Windoe Tjiena sejak 1740 ke Pachter Gula Aren Gudang Cikao

- Minggu, 29 Januari 2023 | 08:51 WIB
Pieter van Oort dan Solomon Muller menemukan “Windoe Tjina” di Ciwidey pada tahun 1833. Sumber: Aanteekeningen Gehouden op eene Reize over een Gedeelte van het Einland Java (1833).
Pieter van Oort dan Solomon Muller menemukan “Windoe Tjina” di Ciwidey pada tahun 1833. Sumber: Aanteekeningen Gehouden op eene Reize over een Gedeelte van het Einland Java (1833).



Oleh ATEP KURNIA*

APAKAH larangan untuk memasuki wilayah Priangan, khususnya ke Kabupaten Bandung, menyebabkan orang Tionghoa sama sekali tidak ada sejak awal hingga perempat ketiga abad ke-19? Dari penelusuran pustaka yang saya lakukan, ternyata memang ada, meski terbatas. Bahkan menunjukkan ada jejak dari masa kekuasaan Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC).

Saya menemukan fakta, meski ada larangan untuk memasuki, apalagi tinggal di Dataran Tinggi Priangan, sejak pemberontakan disusul pembunuhan massal orang Tionghoa di Batavia tahun 1740, ternyata ada orang Tionghoa yang menyelamatkan diri dan mengungsi ke Bandung. Fakta ini saya peroleh dari keterangan yang disampaikan Pieter van Oort (1826-1834) dan Solomon Muller (1804-1864) melalui Aanteekeningen Gehouden op eene Reize over een Gedeelte van het Einland Java (1833).

Van Oort dan Muller menemukan jejak Tionghoa di Ciwidey. Dalam catatan “Tjiewiedé, den 30 Januarij 1833”, mereka (1833: 113-114) menulis “Midden op hetzelve lagen eenige met rivier steenen omzette aarden verhoogingen. Onze gids vertelde ons, dat deze in vroegere tijden door gevlugte Chinezen waren gebouwd en onder den naam van Wiendoe Tjiena, Chinesche voortijd bekend stonden. Wij zagen dezelve voor eene verblijfplaats van Chinezen aan, die in den laatsten Chineschen oorlog van 1740 aldaar eene schuilplaats hadden gezocht.

Artinya kira-kira, di tengah-tengahnya ada pematang berlapis batuan sungai. Pemandu kami mengatakan bahwa tanggul tersebut didirikan oleh para pengungsi Tionghoa dulu dan diberi nama Windoe Tjiena, leluhur Tionghoa. Kami menduga itu adalah tempat tinggal orang Tionghoa yang mengungsi ke sana pada perang terakhir Tionghoa tahun 1740.

Baca Juga: 13 Kata Mutiara Fajar Sadboy yang Menyentuh Hati, Mantan Auto Ketar-ketir!

Dengan demikian, pengungsi atas upaya pembunuhan massal orang Tionghoa di Batavia tahun 1740 itu bukan hanya menyelamatkan diri ke sekitar pesisir Jawa, dari Karawang hingga Semarang, melainkan ada pula yang menembus belantara Dataran Tinggi Priangan dan memasuki sebelah selatan Kabupaten Bandung, yaitu ke Ciwidey.

Agaknya setelah peristiwa 1740 memang larangan memasuki Dataran Tinggi Priangan kian ditegaskan oleh pemerintah kolonial Belanda. Meski demikian, ada yang dikecualikan. Misalnya Gouw Hangko yang sejak 25 Juli 1806 diberi kepercayaan oleh orang Belanda untuk mendistribusikan uang tunai dan barang-barang di Kabupaten Bandung. Saya mendapatkan fakta ini dari Nederlandsch-Indisch plakaatboek, 1602-1811, Veertiende Deel, 1804-1808 (1895: 326) susunan Mr. J.A. van der Chijs.

Di situ dikatakan agar secara efektif mengatasi orang-orang Tinghoa yang mengembara ke dataran tinggi (Priangan), (pihak kolonial Belanda) menyetujui dan memahami demi mendistribusikan uang tunai dan barang-barang ke Kabupaten Bandung untuk mengecualikan larangan bagi Tionghoa memasuki dataran tinggi. Agar dia dapat muncul kembali di Kabupaten Bandung.

Foto 02. Menurut G.H. Nagel, Cikao Bandung dihuni secara eksklusif oleh orang Tionghoa. Sumber: Schetsen uit myne Javaansche portefeuille (1828).
Foto 02. Menurut G.H. Nagel, Cikao Bandung dihuni secara eksklusif oleh orang Tionghoa. Sumber: Schetsen uit myne Javaansche portefeuille (1828).

Para Pemenang Kontrak

Saya pikir Gouw Hangko termasuk seorang pachter (penyewa atau kontraktor) yang memang diberi hak istimewa untuk memasuki dan tinggal di wilayah Bandung, sebagaimana terbukti dari fakta-fakta yang saya temukan pada keberadaan pachter gula aren di Cikao antara 1828 hingga 1850-an.

G.H. Nagel (Schetsen uit myne Javaansche portefeuille, 1828: 128) menyatakan ada dua Cikao, yaitu Cikao Karawang dan Cikao Bandung. Keduanya terpisah jarak setengah jam perjalanan. Setelah dia tiba di Cikao Karawang, dia dapat beristirahat dan diarahkan ke tempat tinggal bupati, lagi pula hari keburu gelap dan perahu yang akan membawanya belum tiba.

Setelah menginap, Nagel menuju Cikao Bandung dengan menggunakan perahu. Menurut amatannya, Cikao Bandung termasuk kampung yang cukup besar, tertata rapi, dan dihuni secara eksklusif oleh orang-orang Tionghoa (“Eerst vijf dagen geleden hebben wij Tjikao Bandong verlaten, van welke plaats ik u weinig zal zeggen, dewijl zij geene bijzonderheid bevat. Het is een vrij groot en net dorp, bijna alleen door Chinezen bewoond”).

Inilah rupanya yang menyebabkan pemerintah kolonial, khususnya residen Priangan di Cianjur, kerap kali mengatur lelang transportasi barang-barang dari dan ke Gudang Cikao. Menurut S. van Deventer (Bijdragen tot de kennis van het landelijk stelsel op Java, Vol. 2, 1866), berdasarkan resolusi tanggal 12 Desember 1834 No. 12, Tan Soey-tjoe ditetapkan sebagai pemenang kontrak untuk mengadakan dan menyerahkan gula aren dari seluruh Priangan kepada pemerintah kolonial untuk tahun 1835 dan 1836 (“magtiging verleend, tot het aaneen kontrakt met den Chinees Tan Soey-tjoe, wegens den afstand aan hem, van al de aan het gouvernement, gedurende de jaren 1835 en 1836, te leveren arensuiker uit de Preanger-regentschappen”).

Residen Priangan O.C. Holmberg de Beckfelt pada 3 November 1836 mengumumkan bahwa pada Kamis, 1 Desember 1836, di Bogor, akan dilakukan pelelangan transportasi gula aren untuk Kabupaten Cianjur dan Bandung untuk tahun 1837. Antara lain dikatakan bahwa gula aren yang diserahkan ke gudang kecil di Bandung harus diangkut oleh pemenang lelang dengan biaya sendiri ke Cikao, demikian pula gula dari Cutak Gandasoli dan Rajamandala (Javasche Courant, 12 November 1836).

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Buka Bersama Pejabat Pemerintah, Mengapa Dilarang?

Kamis, 30 Maret 2023 | 15:35 WIB

Mengganti Nama Geografi Kecongkakan Kehendak Pusat

Kamis, 30 Maret 2023 | 13:43 WIB

Selama Ramadhan, Jangan Lupa IBIS

Selasa, 28 Maret 2023 | 14:00 WIB

Wijkmeester Pecinan Suniaraja dan Citepus

Minggu, 26 Maret 2023 | 11:30 WIB

Respek dalam Berkomunikasi

Jumat, 24 Maret 2023 | 11:11 WIB

Ciledug Mengabadikan Sejarah Pembuatan Jalan Raya

Jumat, 24 Maret 2023 | 05:57 WIB

Menebar Dharma Agama dan Negara

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB

Pemborong Bangunan Tan Haij Long

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:20 WIB

Rumitnya Nama Anak-Anak Zaman Sekarang

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:40 WIB

Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:00 WIB

Media Sosial dan Identitas Diri

Senin, 20 Maret 2023 | 09:24 WIB
X