Abraham melanjutkan perjalanannya menelusuri Priangan ke Tangerang dan Bekasi (Agustus 1710), Bangbayang dan Tanjungpura (September 1710), Tangerang (Juli 1711), pantai selatan Jawa Barat (Agustus-September 1711), Gunung Salak (Agustus 1712), Karawang (September 1712), Angke (Agustus 1713), dan Bandung (Agustus-September 1713).
Upaya pengenalan wilayah Priangan itu dilanjutkan oleh Gubernur Jenderal VOC selanjutnya Baron van Imhoff (1705-1750). Ia antara lain melakukan perjalanan ke Priangan dan Karawang (1744), Bogor dan Karawang (1745), termasuk upaya pendirian Istana Bogor atau Buitenzorg atau Sans Souci pada Agustus 1744.
Ada pula fenomena menarik, seorang naturalis Swedia yang pernah menjelajahi Priangan. Dialah Johan Arnold Stutzer (1763-1821). Stutzer adalah murid Carl Peter Thunberg (1743- 1828) yang juga pernah menjelajahi Pulau Jawa, dan semula Thunberg adalah murid Carl von Linne alias Carolus Linneaus (1707-1778). Stutzer yang tiba di Pulau Jawa pada 1785 melakukan penjelajahan ke Priangan pada 1786-1787, sebagaimana yang terekam dalam catatan hariannya, Journal von die Reise nach Cheribon and den da umliegende Gegenden. Antara lain, tercatat, ia pada 19 September 1786 pernah menangkap dua badak (Rhinoceros sondaicus) di daerah Tegal Panjang.
Sejauh yang saya dapat temukan, memang betul sebagaimana yang dikatakan Mary Louis Pratt, catatan atau laporan perjalanan ke Priangan yang ditulis kalangan Kompeni bermaksud untuk meluaskan kekuasaannya dengan motif ekonomi berupa antara lain penanaman kopi, demi pundi-pundi kekayaan kongsi tersebut.
Di sisi lain, seperti yang ditunjukkan Stutzer, upaya kerja ilmiahnya di Priangan ternyata berkaitan dengan pengetahuan tentang wilayah jajahan. Ia yang murid Thunberg, Thunberg murid Linneaus, dan upaya taksonomi Linneaus terkait dengan kepentingan Svenska Ostindiska Companiet (SOIC) atau Kongsi Dagang Hindia Timur Swedia yang didirikan pada 1731 dan terinspirasi VOC dan Kongsi Dagang Hindia Timur Inggris (EIC) (“The VOC and Swedish natural history: The transmission of scientific knowledge in the eighteenth century”, Christina Skott, 2010).