Kemiskinan dalam Pandemik Corona

- Minggu, 10 Mei 2020 | 11:36 WIB
Ilustrasi (Karikartur Ayosemarang.com)
Ilustrasi (Karikartur Ayosemarang.com)

Manusia merupakan makhluk sosial, dimana kehidupannya selalu bergantung pada peran manusia lain, termasuk dalam memenuhi kebutuhan sehari hari. Adanya pandemik virus Corona membawa perubahan besar pada tatanan hubungan antar manusia. Kebijakan #dirumahaja, social atau physical distancing, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan dalam rangka memutus mata rantai virus ini sekaligus meminimalisir jatuhnya korban jiwa. 

Kebijakan tersebut diambil tentunya setelah memperhitungkan semua kemungkinan dan opportunity cost yang ada. Dalam ekonomi, opportunity cost adalah biaya yang muncul akibat memilih sebuah opsi terbaik dari beberapa opsi yang ada. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengatasi pandemik virus Corona ini dibayar dengan banyak hal, salah satunya dengan melemahnya laju roda ekonomi.

Pembatasan sosial dan aktifitas produksi yang signifikan dibeberapa sektor ekonomi menyebabkan turunnya produktifitas, dan ini akan berdampak linier atas pendapatan masyarakat. Hal ini dapat menurunkan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia triwulan I-2020 tumbuh hanya sebesar 2,97 persen (y-on-y), melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen. Bahkan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,41 persen (q-to-q).

Pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial dalam rangka pencegahan penyebaran virus Corona dalam waktu yang lama tentunya akan berpengaruh negatif pada kestabilan perekonomian rakyat, terutama bagi rumah tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin. Rumah tangga miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Rumah tangga hampir miskin memiliki pengeluaran per kapita per bulan sebesar garis kemiskinan hingga di bawah 1,2 kali garis kemiskinan. Sedangkan rumah tangga rentan miskin memiliki pengeluaran per kapita per bulan sebesar 1,2 kali garis kemiskinan hingga di bawah 1,6 kali garis kemiskinan.

AYO BACA : RSUD Bogor Layani Lagi Rawat Jalan dan Inap Pasien Non Covid-19

Pada September 2019, BPS merilis angka kemiskinan sebesar 24,79 juta jiwa atau 9,22 persen dari jumlah penduduk. Sebenarnya angka tersebut menunjukkan tren yang cukup baik, yaitu menurun jika dibandingkan Maret 2019 yang sebanyak 25,14 juta jiwa atau 9,41 persen. Ini juga masih lebih baik jika dibandingkan September 2018 yang sebanyak 25,67 juta jiwa atau 9,66 persen. Jika dikonversikan dalam bentuk rumah tangga menurut status kemiskinannya, terdapat 5,41 juta rumah tangga miskin (7,4 persen), 4,63 juta rumah tangga hampir miskin (6,4 persen) dan 11,22 juta rumah tangga rentan miskin (15,5 persen). Pandemik Corona berpeluang besar menggoyahkan kondisi ekonomi rumah tangga rentan miskin dan hampir miskin untuk jatuh dalam kategori rumah tangga miskin, sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Hal tersebut diindikasikan oleh beberapa hal, salah satunya dapat dilihat dari pelemahan daya beli masyarakat seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini dicerminkan dari pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga yang hanya mencapai 2,84 persen, melambat dibandingkan dengan triwulan IV-2019 yang sebesar 5,04 persen. Kinerja pengeluaran konsumsi rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi  karena memiliki kontribusi tertinggi, yaitu hingga 58,14 persen atas produk domestik bruto.

Melemahnya daya beli masyarakat juga tergambar dari fenomena tren inflasi pada April 2020 yang tidak seperti biasanya. Pada awal Mei 2020, BPS merilis angka inflasi April 2020 hanya sebesar 0,08 persen, bahkan lebih rendah dibandingkan inflasi Maret 2020 yang sebesar 0,10 persen. Umumnya, angka inflasi menjelang Bulan Ramadhan selalu menunjukkan tren meningkat. Pergerakan inflasi yang melambat ini juga diduga dipengaruhi oleh turunnya daya beli masyarakat yang berakibat pada rendahnya konsumsi. Faktor lain yang dapat melatarbelakangi fenomena ini adalah penurunan permintaan barang dan jasa akibat kebijakan PSBB dan terjaganya pasokan pangan sehingga harga tetap stabil.

‌Penurunan daya beli masyarakat ini salah satunya didorong oleh adaptasi dunia usaha, mulai dari bentuk penyesuaian upah kerja hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat lesunya kegiatan ekonomi nasional. Data dari Kementerian Tenaga Kerja menyebutkan bahwa hingga 16 April 2020, ada sekitar 229.789 orang pekerja di sektor formal yang di-PHK, dan  1.270.367 orang pekerja lainnya dirumahkan. Akibatnya, total pekerja di sektor formal yang terdampak pandemik Corona ada sekitar 1.500.156 orang dari 83.546 perusahaan. Sementara itu, di sektor informal ada sekitar 443.760 orang pekerja yang dirumahkan dan di-PHK dari 30.794 perusahaan.

AYO BACA : Setelah Pengawal Trump, Kini Sejumlah Staf Gedung Putih Positif Covid-19

Pemerintah menyadari konsekuensi dari kebijakan yang diambilnya. Untuk itu, beberapa langkah strategis berusaha diambil dalam rangka memberikan perlindungan sosial karena dampak pandemik Corona. Pemerintah menjabarkan program-program perlindungan sosial yang secara khusus dijalankan tersebut antara lain adalah program keluarga harapan (PKH), program sembako, program subsidi listrik, program kartu pra kerja, bantuan sosial sembako, dan bantuan sosial tunai. Jumlah rumah tangga yang menjadi target total semua program perlindungan sosial ini sebanyak 40 persen rumah tangga dengan status kemiskinan terendah, atau sekitar 27 juta rumah tangga di Indonesia. Data rumah tangga penerima program diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kementerian Sosial. Selain itu, terdapat pula data Non DTKS yang digunakan, yaitu data pelanggan listrik untuk program subsidi listrik dan data dari usulan daerah untuk bantuan sosial tunai di luar Jabodetabek dan bantuan khusus DKI Jakarta.

Program-program perlindungan sosial ini merupakan jaring pengaman sosial yang bertujuan untuk menyokong daya beli masyarakat di tengah penurunan ekonomi akibat pandemik Corona. Keberadaan jaring pengaman sosial tersebut juga bertujuan menjaga pasokan pangan dan kestabilan harga. Semua bantuan yang diberikan pada intinya bermaksud membantu rumah tangga miskin, hampir miskin dan rentan miskin untuk menjaga kestabilan perekonomiannya, sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin yang signifikan di Indonesia. Untuk itu, maka bantuan yang diberikan harus tepat sasaran, sehingga dapat bermanfaat bagi rumah tangga yang sangat membutuhkan. Data rujukan target bantuan idealnya harus terus dimutakhirkan agar sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Data tersebut perlu dipadupadankan dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) ter-update dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat untuk memastikan bahwa penduduk tersebut memang ada (bukan nama ganda, sudah meninggal, atau data fiktif). Sinergi antara pemerintah dan masyarakat pun sangat diperlukan agar tujuan pemberian bantuan sosial ke masyarakat dapat terlaksana dengan baik dan masyarakat yang memang membutuhkan dapat terselamatkan.

Di sisi lain, pemberian bantuan sosial sebagai dampak pandemik Corona ini tentunya memiliki implikasi terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Besarnya dana yang dibutuhkan memaksa beberapa program pembangunan lain untuk “dihemat”, ditunda, atau bahkan dihentikan. Hal ini tentunya juga bukan hal yang baik bagi masyarakat. Untuk itu, selain doa tentunya usaha bersama perlu terus dilaksanakan agar pandemik Corona di Indonesia dapat cepat berlalu. Bersabarlah untuk tetap #dirumahaja dan selalu menjaga kesehatan demi kesejahteraan Indonesia. (*)

Fitria Nur Diana

Halaman:

Editor: Ananda Muhammad Firdaus

Tags

Terkini

Relasi Sipil-Militer dan Demokratisasi di Indonesia

Rabu, 27 September 2023 | 11:56 WIB

Etika Berbahasa di Media Sosial

Selasa, 26 September 2023 | 12:01 WIB

Siapakah (Calon) Presiden yang Terbaik?

Minggu, 24 September 2023 | 18:21 WIB

Proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung), untuk Siapa?

Jumat, 22 September 2023 | 17:47 WIB

Industriawan Militer Menjadi Penghambat Perdamaian!

Kamis, 21 September 2023 | 12:05 WIB

Generasi Z dan Pelaksanaan Profil Pelajar Pancasila

Minggu, 10 September 2023 | 17:49 WIB

Mengintip Bioskop Zaman Baheula di Bandung

Minggu, 10 September 2023 | 15:32 WIB

Mau Sampai Kapan Kita Bergantung pada TPA Sarimukti?

Kamis, 7 September 2023 | 16:16 WIB

Pemimpin Baru Menghadapi Situasi yang Tidak Nyaman

Rabu, 6 September 2023 | 11:27 WIB
X