Oleh Nisrina Nuraini*
PROGRAM KAMPUS MERDEKA nyatanya bisa berimbas pada kehidupan kampus di masa kini. Program ini menjanjikan banyak benefit dalam hal minat dan bakat hingga output feedback yang bisa didapatkan oleh para mahasiswa yang berhasil bergabung di dalamnya.
Selain pengalaman, pemberian materi berupa gaji dari sub-program Magang Merdeka juga menjadi salah satu output yang gencar dibutuhkan oleh para mahasiswa.
Berbeda dengan presensi Ormawa (organisasi mahasiswa) yang disinyalir non-profit, terkesan mengandalkan embel-embel field of experiences, kini organisasi mahasiswa kian sepi peminat.
Dalam praktiknya, Ormawa dinilai kurang memberikan benefit yang menjanjikan kepada para mahasiswa yang ingin bergabung di dalamnya. Walaupun dalam tahapannya, kita juga bisa menilai bahwa pengalaman berorganisasi tidak selamanya buruk atau merugikan. Bisa jadi, pengalaman di organisasi membawa sejumlah keuntungan bagi kehidupan magang seorang mahasiswa.
Mengusung teknis dan keuntungan dalam segi yang berbeda, tentu saja kedua hal tersebut memancing kontroversi dan ternyata sifatnya saling bersinggungan satu sama lainnya. Dulu, sebelum adanya program ini, bisa dibilang mahasiswa dengan title si paling “Kuliah-Rapat-Kuliah-Rapat” masih sering digaungkan di antara pergaulan di kampus.
Baca Juga: Inikah Calon Presiden 2024?
Tetapi, berbanding terbalik di masa kini, manakala hal tersebut sudah jarang ditemui dan mahasiswa lebih banyak fokus untuk memenuhi portofolionya melalui program magang dan kampus merdeka yang dicanangkan oleh pemerintah.
Hal ini kemudian banyak berpengaruh kepada regenerasi calon pemimpin pada beberapa ormawa di Universitas Padjadjaran, salah satunya dalam kasus dilematisasi Pemilihan Raya Calon Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Unpad (Bem Kema Unpad) yang menjadi isu kontroversial dan teranyar di kalangan para mahasiswa karena pasangan calon Kabem Wakabem, yakni Bintang Muhammad Daffa dan Morin Azzahra tiba-tiba mengundurkan diri dalam sesi Uji Publik tahap ke-II pada tanggal 21 November 2022.
Diketahui sebelum adanya aksi pengunduran diri tersebut, Morin selaku Cawakabem 2023 absen dari uji publik sesi ke-I pada tanggal 17 November 2022 dikarenakan sakit, tetapi naasnya panitia Prama Unpad tetap melanjutkan sesi Uji Publik demi kelancaran timeline program kerjanya.
Tak cukup sampai di sana, krisis regenerasi pun kembali dirasakan oleh kosongnya partisipasi dalam Pencalonan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Bem Kema Fikom) saat ini. Menjadi figur seorang pemimpin dalam bingkai organisasi dan instansi dalam kampus memanglah tidak semudah kelihatannya, tetapi hal tersebut bisa diminimalisir dengan beberapa unsur nilai yang sekiranya dibutuhkan oleh calon pemimpin di masa depan.
Baca Juga: Polda Jabar Siapkan Jalur Alternatif di Libur Tahun Baru, Tempat Wisata Diminta Sediakan Parkir Luas
Walaupun dalam realitanya ormawa di Unpad sedang mengalami krisis regenerasi pemimpin, pada teorinya kita tidak boleh memilih seorang pemimpin secara asal, asal dalam arti asal memimpin dan asal duduk dalam tongkat kekuasaan.
Dilansir dari Harvard Business Review, dalam kajian WCH Prentice (2004) berjudul “Understanding Leadership,” dijelaskan bahwa seorang pemimpin dalam cakupan apapun harus mengerti dua hal dasar yang menjadi pokok utama dalam bidang kepemimpinan, yakni menyadari bahwa manusia itu kompleks dan berbeda atau bersifat dinamis. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena dalam cakupan dirinya ia mempunyai emosi, ambisi, serta rasa maupun bentuk ekspresi lainnya yang mungkin saja bisa bersinggungan dalam hal komunikasi pemimpin dengan bawahannya pada saat berkontribusi langsung dan menyinggung perihal pekerjaan satu sama lainnya.
Artikel Terkait
Bahas Kurikulum Baru Perguruan Tinggi, Unjani Gelar Webinar Kampus Merdeka
Buahkan Leader University, IKA Unpad Dukung Pelaksanaan Kampus Merdeka
Sukseskan Kampus Merdeka, Apindo Jabar Jalin Kerja Sama dengan UPI