SAYA tidak akan menulis riwayat Charles Prosper Wolff Schoemaker (1882-1949). Karena sebelumnya sudah ada yang melakukannya. Seperti C.J. van Dullemen (Tropical Modernity: Life and Work of C.P. Wolff Schoemaker, 2010; Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker, 2018). Ia juga penulis biografi Richard Schoemaker (Architect in Bandoeng, verzetsstrijder in Delft: Leven en werk van prof. ir. Richard Schoemaker, 1886-1942, 2022), adik Wolff Schoemaker.
Penulis lain yang membahas C.P.W. Schoemaker ada Salmon Priaji Martana (Wolff Schoemaker: Karya dan Lingkup Dunia Sekelilingnya, 2016) dan Denny Santika (Masjid Raya Cipaganti Bandung Arsitek C.P. Wolff Schoemaker, 2021).
Apa yang akan saya angkat sekarang adalah pertautan arsitek, guru besar Technische Hoogeschool Bandoeng (ITB) dan anggota dewan Kota Bandung itu dengan kehadirannya di Madrasah Fathoel Chair, Cicalengka, pada hari Minggu tanggal 15 Juli 1934.
Namun, sebelum membahasnya, saya akan sedikit membahas masuk Islamnya Wolff Schoemaker berdasarkan keterangan koran dan tulisan Karel Steenbrink (“A convert to Islam in 1915: Carl Wolff Schoemaker”, 2019).
Menurut Bataviaasch Nieuwsblad (11 Januari 1934), De Locomotief (12 Januari 1934) dan De Indische Courant (13 Januari 1934), Prof. C.P. Wolff Schoemaker masuk Islam beberapa tahun yang lalu di Kairo, Mesir. Sekarang, katanya, ia menggunakan nama Islam di depan presiden Western Islamic Association Dr. Khalid Sheldrake yang sedang berkunjung ke Bandung. Nama Islam Schoemaker adalah Kemal, sehingga namanya jadi dikenal sebagai Prof. Ir. Kemal Wolff Schoemaker.
Dalam Sipatahoenan edisi 13 Januari 1934 bahkan ada berita tentang Kemal Wolff Schoemaker, Khalid Sheldrake termasuk sekretarisnya yang bernama Mr. Simson berangkat ke Masjid Agung Bandung untuk menunaikan shalat Jumat (“Djoemaan kamari, andjeunna djeung Dr. Khalid Scheldradke, nja kitoe deui Mr. Simson [secretarisna Dr. Khalid tea] geus arangkat ka kaoem ngadon netepan Djoemaah”).
Kehadiran orang asing yang memeluk Islam dan memakai celana panjang ketika shalat Jumat menimbulkan keheranan di antara jemaat bangsa bumiputra Bandung. Karena belum terbiasa menyaksikannya. Dalam Sipatahoenan dikatakan, “Koe lantaran atjan djadi kabiasaan di kaoem Bandoeng aja nu saralat dipantalon, tangtoe bae henteu saeutik anoe hookeun, kawoewoeh ieu mah lain bangsa Indonesia”.
Empat tahun kemudian, sebagai salah satu bukti Kemal Schoemaker masuk Islam, ia menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Berita keberangkatannya antara lain tersiar De Indische Courant (22 Juni 1938), Bataviaasch Nieuwsblad (22 Juni 1938), dan Sipatahoenan (25 Juni 1934).
Baca Juga: Putri Candrawati Pernah Menelepon sambil Menangis Ketakutan, Ferdy Sambo Kekeh Ada Pelecehan Seksual

Intinya pada 9 Agustus 1938, Schoemaker akan berangkat ke Belanda, menggunakan kapal Sibajak. Di sana ia akan menggantikan posisi adiknya sebagai guru besar di THS Delft. Dan pada Desember 1938 ia akan berangkat naik haji ke Mekkah, baru 1939 dia akan kembali ke Hindia Belanda.
Menurut penelusuran Steenbrink bahkan Wolff Schoemaker yang merupakan mentor Ir. Soekarno itu sudah masuk Islam sejak 1915. Pada 1937, ia bersama M. Natsir menerbitkan buku bertajuk Cultuur Islam yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Keboedajaan Islam (1948). Menurut Bahrum Rangkuti, yang mengulas buku itu, bagian kedua buku yang berisi tentang arsitektur Islam ditulis oleh Schoemaker.
NU Cicalengka Hendak Mendirikan Madrasah
Artikel Terkait
Sepak Bola di Cicalengka antara 1929-1937
Soekarno di Stasiun Cicalengka dan Sejumlah Saksi dari Rancaekek
Gereja Santo Antonius di Pasar Cicalengka
Wabah Sampar di Cicalengka Tahun 1932-1938