Ketiga, keamanan dan kenyamanan transportasi umum. Tindakan premanisme seperti pencegatan Trans Metro Pasundan yang sudah dijelaskan sebelumnya merupakan salah satu contoh angkutan umum di Kota Bandung belum memberikan rasa aman bagi penumpang. Selain itu kerap ditemukan pula penumpang yang merokok di dalam angkot yang berakibat terganggunya penumpang lain.
Masalah - masalah di atas perlu sesegera mungkin diselesaikan. Ketiga masalah ini saling berkaitan satu sama lain. Kesulitan akses transportasi umum tentu akan menambah beban anggaran kepada masyarakat. Efektifitas dan efisiensi yang kurang dari transportasi umum akan membuat masyarakat tidak nyaman dalam menggunakannya.
Revitalisasi Transportasi Publik
Beberapa tahun ke belakang sempat muncul wacana pengembangan transportasi berbasis rel, seperti MRT atau LRT. Namun, pada kenyataannya wacana tersebut sebatas angan-angan belaka. Hingga detik ini belum ada kelanjutan pembangunan fasilitas tersebut. Padahal, menambah jenis transportasi bisa menjadi salah satu langkah yang optimal dalam menambah efektifitas mobilisasi masyarakat.
Selain penambahan kuantitas transportasi umum, Pemerintah Kota Bandung juga harus bisa kembali memaksimalkan angkutan kota yang sudah ada. Sejauh ini hanya kereta lokal dan juga bus yang kualitasnya terus diperbaiki, tidak dengan angkot. Apalagi angkot dikenal sebagai transportasi umum yang ongkosnya paling murah. Apabila pemerintah bisa memperbaiki kualitas dan memaksimalkan kelebihan angkot, bukan tidak mungkin banyak pihak yang akan merasa diuntungkan. Salah satu kota di Indonesia yang bisa dijadikan acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan dari angkot adalah Kota Jakarta. Pemprov DKI Jakarta sejauh ini sudah menargetkan sekitar 10.000 angkot untuk terintegrasi Jaklingko atau sistem pembayaran antar moda transportasi umum seperti yang dikutip dari jakarta.tribunnews.com.
Fasilitas pendukung transportasi umum seperti halte juga bisa dibuat terintegrasi. Integrasi ini bisa dilakukan dengan menempatkan lokasi halte antar transportasi umum yang saling berdekatan. Halte yang terintegrasi ini tentunya akan memudahkan masyarakat dalam melakukan perjalanan.
Fasilitas pendukung lain yang tidak terlihat di Kota Bandung adalah jalur khusus bus. Ketidakhadiran jalur khusus ini membuat transportasi umum khususnya bus sama-sama terjebak kemacetan. Akibatnya, muncul masalah lain seperti pencegatan oleh sopir angkot dan juga kurangnya minat masyarakat untuk menggunakan bus.
Apabila pemerintah Kota Bandung sudah sejak lama lebih serius dalam menangani masalah transportasi publik ini, masyarakat akan lebih memilih menggnakan transportasi publik yang nyaman ketimbang bergelut dengan kemacetan setiap harinya.
Baca Juga: Harga BBM Naik, Antrean Kendaraan di SPBU malah Meningkat dan Isu Pertalite Makin Boros
Artikel Terkait
Mengenal Shrinkflation, Inflasi yang Tidak Disadari Konsumen
Mari Memperbanyak Boks Buku di Stasiun Kereta Api!
Meningkatkan Literasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu melalui Media Sosial
Penguatan Status Kepegawaian Perangkat Desa
Tragedi Stadion Kanjuruhan: Menimbulkan Duka Mendalam, Menyusutkan Pengungkit Perekonomian
Bahan Bangunan dari Cicalengka (1907-1941)
Pengelolaaan BBM Bersubsidi dan Pengembangan Energi Terbarukan
Sosiopreneur Generasi Milenial melalui Agroedupark
Hidup Jangan Kebanyakan Sambat
Nama Bangunan yang Menjadi Nama Desa dan Kelurahan