Sejak paruh kedua abad ke-19 hingga paruh pertama abad ke-20, Cicalengka kerap termaktub dalam buku-buku panduan perjalanan, terutama untuk para pembaca Eropa serta bangsa lain yang termasuk orang asing.
Maksudnya untuk orang Eropa, terutama Belanda, dan orang-orang dari luar negeri yang sengaja hendak melakukan perjalanan ke Priangan, atau hanya lewat saja untuk menuju ke Jawa Tengah dan Jawa Timur melalui jalur selatan.
Buku-bukunya sendiri ada yang ditulis dalam bahasa Belanda, Inggris, dan ada pula dalam bahasa Melayu Tionghoa. Latar belakang kemunculan buku-buku semacam itu erat kaitannya dengan mulai kerapnya orang Belanda dan orang asing yang melawat ke Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Itu merupakan suatu tradisi grand tour, yaitu perjalanan untuk proses pengajaran di kalangan bangsawan Inggris, Prancis, Jerman, dan Eropa umumnya (Achmad Sunjayadi, Pariwisata di Hindia Belanda, 1891-1942, 2019).
Pembukaan wilayah Priangan untuk kalangan asing atau swasta, sejak tahun 1870, jadi penyebab banyaknya pelancong yang berwisata atau paling tidak menceritakan Cicalengka dalam buku catatan perjalanan atau panduan perjalanan yang disusunnya. Apalagi transportasi ke Cicalengka kian dipermudah dengan dibukanya jalur kereta api Cianjur-Bandung sejak tahun 1884 dan Cicalengka-Garut pada tahun 1889.
Baca Juga: Societeit Soekasari di Cicalengka antara Tahun 1891 hingga 1941
Menurut Sunjayadi (2019), buku panduan perjalanan atau buku panduan wisata pertama di Hindia, sekaligus yang menyebut-nyebut Cicalengka, adalah Batavia, Buitenzorg en de Preanger: Gids voor Bezoekers en Toeristen (1891) karya M. Buys. Tiga tahun kemudian terbit buku panduan bertajuk West Java: Traveller’s Guide for Batavia to Tjilatjap (1894) karya L.F.M. Schulze.
Selain kedua buku tersebut, saya dapat membuka-buka buku-buku berjudul Reisgids voor Nederlandsch-Indie (1902), Boekoe Penoendjoek Djalan boeat Plesiran di Kota Bandoeng dan Daerahnja (tanpa tahun dan tanpa penulis), Gids voor Bandoeng (1908) karya W.O.I. Nieuwenkamp, Java the Wonderland (1908), Gids van Bandoeng en omstreken (1921) karya S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland, Gids van Bandoeng en Midden-Priangan (1927) karya S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland, Mooi Bandoeng: Gids voor Bandoeng en Omstreken (1930) karya F.B. Jantzen, dan Van Stockum's Travellers Handbook for the Dutch East Indies (1930) karya S.A. Reitsma.
Cicalengka Akhir Abad ke-19
Apa saja yang dilihat dan digambarkan oleh para penulis buku panduan perjalanan di Cicalengka? Saya akan memulainya dari dua buku yang paling awal, yakni karya Buys (1891) dan Schulze (1894).
Artikel Terkait
Berpotensi Menimbulkan Ketegangan, Mungkinkah Pelosi Melawat ke Taiwan?
Curug Pelangi, Seindah Namanya
Berawal dari Jalan Kaki hingga Berjumpa dengan Rujak Cihanjuang
Kekeliruan Penulisan Nama Geografi yang Diwariskan
Fenomena Sosial Citayam Fashion Week: Dari Harajuku, Gangnam, hingga La Sape
Societeit Soekasari di Cicalengka antara Tahun 1891 hingga 1941
Kenali Banyaknya Ragam Jenis Lalapan Sunda agar Tidak Monoton
Bangkitkan Bisnis Pascapandemi, Inilah yang Harus Dilakukan para Pelaku UMKM
Citayeum, Citayem, dan Citayam
Mari Kita Sukseskan Desa Cantik