Filosofi Wayang dan Tradisi yang Perlu Dilestarikan

- Kamis, 14 Juli 2022 | 15:53 WIB
Seni wayang adalah tradisi Jawa yang perlu untuk terus dilestarikan, agar keberadaannya tak punah digerus kemajuan zaman. (Wikimedia Commons/FaizAttariqi | Lisensi CC)
Seni wayang adalah tradisi Jawa yang perlu untuk terus dilestarikan, agar keberadaannya tak punah digerus kemajuan zaman. (Wikimedia Commons/FaizAttariqi | Lisensi CC)

Sebagaimana kita ketahui, wayang adalah termasuk tradisi atau budaya orang-orang Jawa yang perlu untuk terus dilestarikan, agar keberadaannya tak punah digerus kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi.

Di era dulu, pagelaran wayang merupakan salah satu tontonan favorit yang biasanya begitu dinanti-nanti oleh warga masyarakat di tanah Jawa.

Gesta Bayuadhy dalam bukunya, tradisi-tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa mengungkapkana ada berbagai macam wayang yang ada di Jawa, salah satu jenis wayang yang sangat populer sampai sekarang adalah wayang kulit. wayang atau wewayangan adalah bayang-bayang.

Dengan kata lain, wayang merupakan bayangan atau cermin kehidupan. Masyarakat melihat wayang seperti bercermin di kaca kehidupan yang bening dan objektif. Selain itu, masyarakat juga bisa mencari teladan baik dari lakon dan tokoh wayang yang dimainkan oleh dalang.

Ada beragam kisah yang dimainkan dalam dunia perwayangan. Gesta Bayuadhy dalam buku tersebut menguraikan, banyak lakon dalam pertunjukan wayang yang pernah dipentaskan pada panggung-panggung pertunjukan di seantero tanah Jawa, baik pentas wayang orang (wayang yang dimainkan secara langsung oleh orang-orang) maupun wayang kulit.

Baca Juga: Kenapa Kapitan Pattimura Disebut Ahmad Lussy?

Lakon wayang bersumber dari kisah Mahabharata dan Ramayana. Berbagai lakon wayang selalu berpijak pada satu tujuan, yaitu ambrasta durangkara atau membasmi perbuatan jahat dan angkara murka (menegakkan kebenaran). Semua lakon wayang selalu menggambarkan kesatria yang berupaya membela kebenaran dengan melalui berbagai rintangan yang tak mudah ditundukkan.

Bila kita berusaha merenungi tradisi wayang beserta filosofi yang terkandung di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa wayang termasuk budaya yang memiliki nilai-nilai positif. Dari beragam kisah yang dimainkan oleh para lakon dalam wayang tersebut, para penonton dapat mengambil pesan-pesan positif atau pelajaran berharga yang bisa menjadi rujukan dalam menyikapi kehidupan ini. Karenanya tak heran bila para pemuka zaman dahulu seperti Wali Songo menjadikan wayang sebagai sarana yang cukup efektif dalam menyampaikan dakwah ke masyarakat.

Bicara perjuangan Wali Songo, dalam tulisannya (detikEdu, 23 November 2012) Rahma Indina Harbani menjelaskan, Wali Songo memiliki metode masing-masing dalam berdakwah, mensyiarkan agama Islam agar dapat diterima oleh masyarakat Jawa ketika itu. Terutama masyarakat yang masih kental dengan budayanya masing-masing.

Baca Juga: Holywings dan Persoalan Legalitas Miras

Salah satu metode dakwah yang digunakan para wali adalah menggunakan media wayang kulit, unsur seni budaya yang saat itu dekat dengan masyarakat Jawa. Perlu diketahui, Wali Songo adalah kumpulan tokoh pemuka agama yang berperan menyebarkan Islam di pulau Jawa. Sesuai namanya, Wali Songo berjumlah 9 orang, diambil dari bahasa Jawa songo yang berarti sembilan.

Tentu perlu dipertanyakan seumpama ada sebagian orang Islam (terlebih dia adalah sosok yang mengaku sebagai pemuka agama) dengan seenaknya menghukumi wayang sebagai sesuatu yang haram dan harus dimusnahkan.

Wacana tentang pengharaman wayang tentu hanya akan melahirkan polemik atau kontroversi dan ujungnya akan memecahbelah persatuan umat. Sepemahaman saya, bila wayang tersebut digunakan sebagai tujuan positif seperti berdakwah di tengah masyarakat, tentu akan sangat baik.

Sama halnya sebuah pisau, bila kita menggunakannya untuk tujuan kebaikan, misalnya sebagai peralatan memasak, maka hal tersebut tidaklah dilarang. Namun, seumpama pisau tersebut digunakan untuk melakukan aksi kejahatan seperti merampok atau membegal, maka hal ini sangat dilarang.

Halaman:

Editor: Aris Abdulsalam

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Wijkmeester Pecinan Suniaraja dan Citepus

Minggu, 26 Maret 2023 | 11:30 WIB

Respek dalam Berkomunikasi

Jumat, 24 Maret 2023 | 11:11 WIB

Ciledug Mengabadikan Sejarah Pembuatan Jalan Raya

Jumat, 24 Maret 2023 | 05:57 WIB

Menebar Dharma Agama dan Negara

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB

Pemborong Bangunan Tan Haij Long

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:20 WIB

Rumitnya Nama Anak-Anak Zaman Sekarang

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:40 WIB

Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:00 WIB

Media Sosial dan Identitas Diri

Senin, 20 Maret 2023 | 09:24 WIB

Situ Lembang Danau Kaldera Gunung Sunda

Jumat, 17 Maret 2023 | 13:50 WIB

Bahagiakan Dirimu dengan Membahagiakan Orang Lain

Kamis, 16 Maret 2023 | 14:55 WIB
X