Bicara tentang pondok pesantren, saya jadi teringat di daerah saya belum lama ini. Jadi ada sebuah pondok pesantren yang mendapat kiriman (via pos) sebuah tabloid seharga Rp8.000,-.
Sayangnya, setelah bungkusan paket tersebut dibuka, ada selembar kertas putih (nota tanda terima) yang berisi persyaratan ribet dan menyulitkan.
Nota tanda terima tersebut berisi keterangan singkat yang menjelaskan bahwa tabloid tersebut gratis, sebagai bahan bacaan atau informasi. Lalu, si pengirim memohon kepada si penerima tabloid, untuk berfoto dengan memegang tabloid tersebut, lalu foto tersebut dikirimkan ke nomor WA (tertera dua nomor WA di sana) dengan mencantumkan nama penerima, nomor telepon penerima, nama pondok pesantren, dan juga kabupatennya. Tidak lupa, dalam surat nota tersebut juga harus disertai tanda tangan si penerima dan juga stempel.
Baca Juga: Ukraina di Ambang Perdamaian?
Anehnya, setelah bukti foto dikirim ke nomor WA, ternyata nota tanda terima tersebut dimohon untuk dikirimkan ke alamat yang berlokasi di daerah Tangerang Selatan. Sungguh ini adalah hal aneh dan ribet.
Bayangkan saja, ada orang ingin memberikan satu buah tabloid gratis sebagai bahan bacaan seharga Rp8.000,- tapi menyertakan nota bukti terima yang setelah diisi, ditandatangi, dan stempel, lalu dimohon untuk mengirimkan nota tersebut via jasa kurir?
Terlebih biaya jasa pengiriman (untuk mengembalikan nota) tersebut ternyata lebih besar dari harga tabloid tersebut, yakni sebesar Rp12.000,-.
Baca Juga: Mengganti Nama Geografi itu Merusak Ingatan Kolektif Masyarakat
Padahal, bukti terima tabloid mestinya sudah cukup dikirim melalui nomor WA, lalu mengapa disuruh mengirimkan nota tanda bukti tersebut ke alamat yang tercantum di sana? Ini aneh, sungguh sangat aneh. Tak hanya aneh, tapi menyulitkan dan merugikan pihak si penerima.
Apa yang saya sampaikan di atas adalah contoh “memberikan bantuan tapi dengan cara yang ribet dan menyulitkan”. Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan renungan bersama. Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang ribet dan gemar mempersulit orang lain. [*]
Sam Edy Yuswanto
Penulis lepas mukim di Kebumen Jateng
Isi konten merupakan pandangan dan tanggung jawab penulis
Artikel Terkait
Pembangunan Ibu Kota Baru dari Kacamata Teknik Sipil
Menunggu Kiprah Eksplosif Persib di Piala Presiden 2022
Haruskah Indonesia Bergabung dengan BRICS?
Wafatnya Eril Menggugah Insan Yang Berqalbu Bening
Cibacang dan Cilimus yang Abadi dalam Toponimi
Cicalengka dalam Jepretan Kamera Woodburry & Page Tahun 1879
Pertandingan Persib Memakan Korban (Lagi), Bukti Bobroknya Manajemen Penyelenggaraan?
Ukraina di Ambang Perdamaian?
Mengganti Nama Geografi itu Merusak Ingatan Kolektif Masyarakat
Mengapa India Ditinggalkan Australia cs?