“Tidak semua orang menyukai buku-buku sejarah atau pemikiran tokoh-tokoh. Kita ingin memantik angkatan muda milenial hari ini dengan buku sastra supaya datang ke AARC. Siapa tahu dengan buku sastra banyak orang yang ikut”, ungkap Adew.
Saat Covid-19 pertama kali merebak di tahun 2020, tadarus dilangsungkan melalui zoom meeting. Meski begitu para peserta tetap antusias mengikuti gelaran rutinan AARC. Waktu itu banyak peserta baru yang ikut, terutama dari kalangan mahasiswa.
“Padahal jumlah peserta baru semakin bertambah. Saat pandemi masuk, terpaksa kegiatan beralih via zoom meeting” tambah Adew.
Kelompok membaca di Bandung tahun 1915
Jauh sebelum kemunculan AARC, sudah hadir kelompok membaca yang bermarkas di Cicalengka. Surat kabar Kaoem Moeda edisi 30 Maret 1915 mengabarkan, bahwa di selatan Kota Bandung itu sempat berlangsung perkumpulan membaca. Media yang digunakan yakni Baruang ka noe Ngarora (Racun bagi Kaum Muda) karya DK Ardiwinata.
Buku itu diklaim sebagai novel pertama berbahasa Sunda yang diterbitkan secara resmi oleh Commisie voor de Volkslectuur. Dalam laporan itu tertulis bahwa pada hari Jum’at 19 Maret 1915 telah digelar pertemuan di rumah Presiden. Tidak dicatat siapa nama presiden yang dimaksud. Yang pasti, kegiatan itu menyajikan fokus bahasan terkait isi buku yang sedang didiskusikan. Di antaranya membaca satu bab dari bagian paling menarik dalam buku itu sebagaimana terekam sebagai berikut:
“Sebagian lid perkoempoelan membatja pada hari Djoemaah 19 Maart 1915 berkoempoelah dirumahnja toean President. Maka toean President membilang banjak terima kasih kepada sekalian lid jang hadir pada tempo itoe. Jang ditjeritakan: a. bab boekoe Baroeang kanoe ngarora jang dikeloearkan oleh Commisie v.d. Volkslectuur; timbangan President ada lebih patoet kalau dibatja dimoeka isteri-isterinja Lid karena terdapat disitoe oentoek kebaikan berlaki-isteri”.
Selain menampilkan novel Baroeang ka noe Ngarora, komunitas itu pun menyebut juga buku-buku tertentu untuk menyerang kalangan lintah darat. Sebut saja Elmoe Kabeungharan (Ilmu Kekayaan), dan buku Penggoegah untuk mengingatkan anggotanya terhadap keganasan tukang rentenir.
Baca Juga: Tugu Nanas Cikalonngwetan, Bukti Sejarah Kejayaan Nanas Khas Bandung Barat
“b.President P.M. (Perkoempoelan Membatja) mentjeritakan pemandangannja didalam koeli-koeli S.S. Tjitjalengka, banjak orang jang pindjam oeang pada lintah darat f 10 poelang f 12 pada tiap boelan, itoelah terlaloe pajah rasanja…apakah Apakah Toean tida ingat kepada boekoe Penggoegah itoe? Apakah toean-toean tida ingat pada boekoe Elmoe Kabengharan itoe?”
Artikel Terkait
Seperti Berbuat Jahat, Ada Banyak Cara untuk Berbuat Baik
Isu Rasisme yang diangkat dalam Serial ‘The Falcon and the Winter Soldier’
Mengelola Nilai Kebijaksanaan
Belajar Regulasi Adopsi Anak lewat Film 'Instant Family'
Peran Guru Mewujudkan Sumedang Simpati
Cara Menjadi Minimalis, Filosofi atau Konsep Dasar
Jalur Sepeda Bandung - Lembang untuk Rombongan dan Pemula
Mendesak Perlunya Tim Ahli Toponimi di Daerah
Gubernur Jenderal Makan Siang di Cicalengka pada 20 Juli 1860
Cuan Mata Uang Kripto untuk Siapa?