Gubernur Jenderal Makan Siang di Cicalengka pada 20 Juli 1860

- Minggu, 22 Mei 2022 | 17:48 WIB
Lukisan Charles Ferdinand Pahud (1803-1873), gubernur jenderal Hindia Belanda antara 1855-61, koleksi Rijksmuseum, Belanda. (Wikimedia Commons)
Lukisan Charles Ferdinand Pahud (1803-1873), gubernur jenderal Hindia Belanda antara 1855-61, koleksi Rijksmuseum, Belanda. (Wikimedia Commons)

Siapa gubernur jenderal Hindia Belanda yang pertama kali mengunjungi Bandung? Siapa gubernur jenderal Hindia Belanda yang pernah singgah ke Cicalengka?

Untuk menjawabnya, saya menelusuri berbagai pustaka lawas, terutama buku-buku dan koran-koran berbahasa Belanda. Hasilnya, saya mendapati dua nama: Abraham van Riebeeck (1709-1713) dan Charles Ferdinand Pahud (1855-61).

Abraham van Riebeeck lahir di Kaap de Goede Hoop (Tanjung Harapan) pada 18 Oktober 1653 sebagai anak pendiri koloni Belanda di Cape Town, Afrika Selatan, Johan van Riebeeck dan Maria de la Queillerie. Abraham dikenal sebagai penggemar jalan-jalan, di antaranya beberapa penjelajahan kecil dan besar di Hindia. 

Menurut Stapel (dalam Nieuw Nederlandsch biografisch woordenboek. Deel 6 [1924: 1180-1181] suntingan P.J. Blok dan P.C. Molhuysen), di samping mengadakan perjalanan kecil ke Tangerang, Banten, Tanjungpura, Abraham van Riebeeck menjelajahi Bojonggede dan Cianjur hingga ke dekat pantai selatan Priangan pada 1709. Ia bahkan dikenal juga sebagai orang Eropa pertama yang melintasi Puncak Pass di Bogor. Pada 1711, Abraham mencapai pantai selatan dan menghabiskan beberapa hari di Wijnkoopsbaai (Palabuhanratu).

Setahun kemudian, 1712, dia mengunjungi lembah belerang di sisi selatan Gunung Salak. Agustus 1713, Abraham menyelenggarakan perjalanan sulit ke Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Papandayan. Setelah menempuh perjalanan ke wilayah Kabupaten Bandung itu, dia terkena disentri dan demam, sehingga menyebabkannya meninggal dunia di Batavia pada 17 November 1713.

Menurut Stapel, meski perjalanan-perjalanan Abraham van Riebeeck dilandasi kegemarannya berolahraga, tetapi konsekuensinya adalah terjadinya pembangunan jalan dan terbinanya hubungan dengan para bupati di pedalaman, sekaligus mendapatkan pengetahuan geografis atas wilayah yang baru saja dikuasai sepenuhnya oleh VOC. Karena selama perjalanan-perjalanannya itu kerap kali ditemani para surveyor dan pembuat peta.

Pada masa jabatannya sebagai gubernur jenderal, Abraham memerintahkan agar budidaya kopi lebih diperhatikan di luar Batavia, yaitu di Priangan. Oleh karena itu, penyerahan kopi dari Priangan secara resmi terjadi di masa pemerintahannya, yaitu dari bupati Cianjur pada 14 April 1711. Saat kapal yang berangkat dari Batavia pada 1712 ke Belanda, kapal tersebut membawa sebanyak 2.380 pon kopi pertama yang dihasilkan dari Priangan.

Demi Kopi dan Belerang

Uraian Stapel di atas, saya kira, antara lain diambil dari keterangan yang dihimpun F. De Haan (Priangan, Vol. II, 1911) dari Resolutie (keputusan) dan Dagregister (Buku harian) VOC tahun 1713. Di dalam buku de Haan, disertakan ancangan waktu perjalanan Abraham Riebeeck ke Bandung antara Agustus-September 1713 (“Naar Bandoeng, Augustus-September 1713”).

Sementara keputusan yang dimaksud di atas adalah Resolutie 15 Augustus 1713. Di dalam ketetapan tersebut antara lain disebut-sebut gubernur jenderal meminta untuk melakukan perjalanan ke pegunungan di Jakarta dan Bandung sebagai tempat penghasil belerang (“tot besigtiging der swavelplaetsen in de gebergte van Jacatra en Bandong”).

Gubernur jenderal meminta agar pada 1714, dari Gunung Papandayan, Patuha, dan Tangkubanparahu di Distrik Bandung (“na reflexie op den eijsch der Edele Heeren Principalen voor den jare 1714, uijt de bergen Papandaijang, Patoea en Tancoebangpraou, gelegen in ’t district van Bandong”), untuk menyediakan 100-150 tenaga kerja bagi masing-masing gunung untuk mengambil belerang. Demikian pula dari Gunung Gede oleh orang Cianjur dan Gunung Salak oleh orang Parungangsana agar melakukan hal yang sama (De Haan, 1911: 404-405).

Di dalam Dagregister 24 Augustus 1713, dikatakan Abraham van Riebeeck mulai bertolak dari Kastil Batavia bersama rombongan enam kereta, yang terdiri atas Frans Castelijn (anggota Dewan Hindia), Hendrik van der Horst (Landdrost), Joan van Riebeek (anak Abraham), Kapten Joost Michielse Wilstede dan Sacharias Gallard, Gerard van Oosten (saudagar), Jan Fredrik Gobius (saudagar), kepala dokter bedah, dan surveyor.

Baca Juga: Mendesak Perlunya Tim Ahli Toponimi di Daerah

Disebutkan, maksud perjalanan tersebut antara lain melakukan inspeksi ke lokasi belerang di Gunung Gede, yang kolom asapnya terlihat jelas di tenggara Batavia, dan gunung-gunung yang di Bandung, berdasarkan resolusi tanggal 5 Mei 1713 (“en wijders in de bergen van Bandong volgens het aengeteekende ter resolutie van den 5 Maij jongstl”).

Halaman:

Editor: Aris Abdulsalam

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Siapakah (Calon) Presiden yang Terbaik?

Minggu, 24 September 2023 | 18:21 WIB

Proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung), untuk Siapa?

Jumat, 22 September 2023 | 17:47 WIB

Industriawan Militer Menjadi Penghambat Perdamaian!

Kamis, 21 September 2023 | 12:05 WIB

Generasi Z dan Pelaksanaan Profil Pelajar Pancasila

Minggu, 10 September 2023 | 17:49 WIB

Mengintip Bioskop Zaman Baheula di Bandung

Minggu, 10 September 2023 | 15:32 WIB

Mau Sampai Kapan Kita Bergantung pada TPA Sarimukti?

Kamis, 7 September 2023 | 16:16 WIB

Pemimpin Baru Menghadapi Situasi yang Tidak Nyaman

Rabu, 6 September 2023 | 11:27 WIB

Literasi Majalengka Membumi dan Merangkul Langit

Kamis, 31 Agustus 2023 | 12:42 WIB
X