Baca Juga: Sadranan, Tradisi dan Kearifan Lokal yang Kaya Nilai Karakter
Sepajang pantai di Kabupaten Pangandaran berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, tempat lempeng Samudra Indo-Australia menunjam lempeng benua Erasia. Karenanya, kawasan wisata pantai yang indah ini tidak lepas dari pengaruh peristiwa alam seperti gempabumi tektonik yang dapat memicu tsunami. Kenyataan ini pernah terjadi ketika gempabumi tanggal 17 Juli 2006 dengan kekuatan 6,8 pada skala Richter, yang memicu tsunami yang meluluhlantakkan bangunan dengan penghuninya. Di pantai-pantai yang tidak memiliki sabuk hijau, terbukti menderita kerusakan yang paling parah.
Belajar dari kejadian tsunami tahun 2006, maka arsitektur bangunan harus dirancang dapat melindungi pengunjung, dan sangat mendesak untuk membuat sabuk hijau, menjadikan hutan pantai yang rindah dengan naungan. Pohon pantai yang berbatang kuat adalah nyamplung. Fungsinya, selain menjadi sabuk hijau yang dapat melemahkan hantaman tsunami dan melunakkan udara pantai yang menyengat, juga dapat dijadikan jalur bagi penggemar sepeda.
Selain daya tarik pantainya, kini berkembang dengan pesat wisata sungai, berperahu, mendayung, menjelajahi sungai dengan ban dalam mobil, berenang mengalun, masuk ke sungai bawah tanah, meloncat dari dinding tebing, dan menikmati tantangan di sepanjang alirannya yang dikelola oleh masyarakat.
Setelah puas berenang dan beramain pasir putih yang lembut, setelah puas menjelajah kawasan konservasi di Pulau Pananjung, pengunjung masih dapat berperahu sampai pasir putih di kawasan Pulau Pananjung, atau berperahu mengitari pulau ini, atau berperahu di Teluk Pangandaran sampai Batulayar.
Bagi pengunjung yang menggemari berselancar, Pantai Batukaras dapat memenuhi rasa rindu akan olahraga meniti gelombang ini. Anak-anak terlihat sudah pandai bermain selancar. Bila di sini ada sekolah selancar dengan instruktur yang baik, bukan mustahil, putra-putri Batukaras, Pangandaran, akan menjadi atlet nasional selancar yang disegani.
Di Pangandaran juga dapat dijajagi wisata sejarah dengan mengunjungi tempat-tempat yang masih menyimpan bukti adanya jalur keretaapi ke pantai selatan Priangan Timur, mulai dari Banjar - Pangandaran – Cijulang. Walau pun sudah tidak lagi digunakan lagi, namun mengunjungi bekas kejayaan perkeretaapian pada zaman kolonial itu menjadi kegiatan wisata yang menarik, seperti mengunjungi rel dan halte yang tersisa di Cijulang, melihat jembatan Cikacepit yang panjangnya 1.250 m. dengan tinggi 100 meter, atau mengujungi terowongan Wilhelmina sepanjang 1.200 meter, terowongan terpanjang di Indonesia.
Baca Juga: Gambaran J.E. Teijsmann tentang Cicalengka Tahun 1853
Wisatawan di Pangandaran dimanjakan dengan atraksi alam yang akbar dari subuh sampai magrib. Menjelang pagi, dari pantai timur, di Teluk Pangandaran, pengunjung dapat menyaksikan matahari tebit (sunrise) yang membersitkan cahaya merah keemasan, memulas Gunung Slamet jelas di kejauhan. Sore harinya, di pantai barat, di Teluk Parigi, pengunjung dapat menyaksikan matahari terbenam (sunset).
Menghadapi wisatawan ke depan, dari uang yang didapat itu sebaiknya ada yang diinvestasikan ke dalam bentuk media informasi berupa buku, yang memuat keragaman bumi, keragaman hayati, dan keragaman budaya yang mendukung pariwisata Pangandaran. [*]
Artikel Terkait
Model Konseptual Implementasi Integrasi Fungsi-Fungsi Bisnis di Bank Pembangunan Daerah
6 Pemenang Tulisan Terpopuler Netizen Ayobandung.com April 2022: Total Hadiah Rp1,5 Juta!
Misteri Uga Bandung dan Banjir Dayeuh Kolot
Memahami Novel Fanfiksi dan Hukum Hak Cipta di Indonesia
China Belajar dari Perang di Ukraina
Isa Anshary Menjadi Khatib Sholat Idul Fitri bersama Presiden Soekarno di Tegallega
Kisah Inspiratif Presiden yang Menyumbangkan 90 Persen Gajinya untuk Rakyat
Sadranan, Tradisi dan Kearifan Lokal yang Kaya Nilai Karakter
Lebaran Ketupat dan Iklim Urban yang Berkelanjutan
Gambaran J.E. Teijsmann tentang Cicalengka Tahun 1853