Sadranan adalah upaya dari dakwah Walisongo, tradisi ini merupakan kegiatan keagamaan yang telah menjadi tradisi masyarakat Jawa.
Indonesia mempunyai beragam kebudayaan, salah satunya kebudayaan lokal yang merupakan sebuah ciri khas daerah yang tumbuh dan turun temurun dari generasi ke generasi yang mempunyai nilai-nilai baik yang diikuti oleh sebuah komunitas.
Di Cepogo, Kabupaten Boyolali terdapat tradisi kearifan lokal unik yakni Sadranan yang pelaksanaanya berbeda dari daerah lain.
Kita tahu sebuah kearifan lokal di suatu daerah mempunyai kandungan nilai-nilai yang baik. Nilai-nilai tersebut diturunkan oleh leluhur mereka dari generasi ke generasi yang mengakibatlkan kearifan lokal budaya tersebut tidak terkikis oleh waktu.
Kearifan lokal di suatu daerah merupakan ciri khas sehingga walaupun sama dalam pemberian nama, dalam pelaksanaanya ada beberapa perbedaan. Karena nilai-nilai dari Sadranan mempunyai peranan penting dalam kehidupan, maka masyarakat di Cepogo terus menerus mengikuti pelaksanaan kebudayaan tersebut.
Sadranan adalah upaya dari dakwah Walisongo, tradisi ini merupakan kegiatan keagamaan yang telah menjadi tradisi masyarakat Jawa yang dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal 17 sampai 24 bulan Ruwah (Sya’ban).
Semua warga di Cepogo ikut andil sehingga menambah nilai-nilai kebersamaan dan terlihat harmonis. Dengan adanya Sadranan dapat dijadikan sarana bagi masyarakat yang mempunyai latar belakang yang berbeda berkumpul menjadi satu dan membaur sehingga tidak adanya strata atau tingkatan mana yang kaya dan mana yang miskin dan dapat meminimalisir perpecahan.
Pelaksanaan Sadranan diawali dengan besik. Besik adalah kegiatan membersihkan desa tidak hanya makam, namun seluruh tempat-tempat yang ada di desa. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara serempak dan bergotong royong. Setiap keluarga melaksanakan ziarah kubur dan berdoa. Tidak hanya berdoa namun juga menaburkan bunga. Bunga yang ditaburkan terdiri dari melati, mawar, kantil dan lain-lain. Dengan tabur bunga mempunyai makna sebagai tanda penghormatan kepada arwah leluhur, karena masyarakat percaya bahwa arwah menyukai wewangian.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Presiden yang Menyumbangkan 90 Persen Gajinya untuk Rakyat
Artikel Terkait
Penduduk Cicalengka Tahun 1845 dan 1867
Mencegah Islamofobia, Quo Vadis Kampus Merdeka?
Meninjau Hukum Properti Indonesia dari The Penthouse: Ketika Tuhan Bernilai Won
Model Konseptual Implementasi Integrasi Fungsi-Fungsi Bisnis di Bank Pembangunan Daerah
6 Pemenang Tulisan Terpopuler Netizen Ayobandung.com April 2022: Total Hadiah Rp1,5 Juta!
Misteri Uga Bandung dan Banjir Dayeuh Kolot
Memahami Novel Fanfiksi dan Hukum Hak Cipta di Indonesia
China Belajar dari Perang di Ukraina
Isa Anshary Menjadi Khatib Sholat Idul Fitri bersama Presiden Soekarno di Tegallega
Kisah Inspiratif Presiden yang Menyumbangkan 90 Persen Gajinya untuk Rakyat