Perang bergeser dari satu negara ke negara lain. Temanya tak jauh dari demokrasi, kebebasan dan HAM, walaupun dibaliknya ada tambang mineral dan kepentingan ekonomi lain. Setelah Rusia, China menjadi target.
Perang di Ukraina yang tengah berlangsung mengingatkan pentingnya mengurangi ketergantungan, menambah kekuatan penjera, membangun saling pengertian antar negara dan memiliki pemimpin yang andal.
China yang digadang-gadang menjadi sasaran berikutnya, berupaya mengamankan penempatan dananya di luar negeri. Termasuk memperluas dan memperdalam penggunaan matauang non dolar AS, seperti yuan, rubel dann euro, dalam transaksi internasional.
Beijing melihat AS dan sekutu-sekutunya telah menyita asset pemerintah dan oligarki Rusia senilai US$300 miliar yang disimpan di seberang lautan. Rencananya asset itu akan dicairkan untuk menolong Ukraina.
Negara-negara yang tidak memiliki rudal atau bom nuklir sebagai penjera, mulai meningkatkan anggaran belanja militer. Indonesia membeli Rafale dan F-15, Singapura membeli F-35, Australia kapal selam dan F-35. Taiwan, Jepang dan Korea Selatan juga melakukan hal yang sama.
Mereka rata-rata membeli dari Amerika Serikat. Indonesia gagal membeli Sukhoi. Apakah ini sebuah kebetulan? Bukankah state actor yang rajin berperang atas nama kebebasan adalah Amerika Serikat?
Cegah Kegagalan
Dalam diplomasi tidak dikenal kata kegagalan. Kegagalan bermakna semua pintu sudah tertutup dan berarti perang. Macet pada tingkat pejabat pemerintah. Mereka menggunakan non state actor seperti kalangan pengusaha, pemimpin informal atau lembaga multilateral.
Berbagai pihak sudah mulai menyebut, intervensi Rusia ke Ukraina disebabkan kegagalan Presiden Volodymyr Zelensky dalam membangun hubungan dengan Rusia dan Uni Eropa. Seandainya Zelensky piawai, dia dapat memanfaatkan kepentingan kedua pihak.
Artikel Terkait
Pujas Jatinangor: Tempat Makan Murah dan Anti Sepi untuk Mahasiswa Saat Sahur
4 Cara Bijak Mengelola Angpao Lebaran ala Anak Kuliah
Mudik Rasa Piknik, Promosi Wisata dari Jantung Desa
Penduduk Cicalengka Tahun 1845 dan 1867
Mencegah Islamofobia, Quo Vadis Kampus Merdeka?
Meninjau Hukum Properti Indonesia dari The Penthouse: Ketika Tuhan Bernilai Won
Model Konseptual Implementasi Integrasi Fungsi-Fungsi Bisnis di Bank Pembangunan Daerah
6 Pemenang Tulisan Terpopuler Netizen Ayobandung.com April 2022: Total Hadiah Rp1,5 Juta!
Misteri Uga Bandung dan Banjir Dayeuh Kolot
Memahami Novel Fanfiksi dan Hukum Hak Cipta di Indonesia