Bruno mengawali lagunya dengan mengungkapkan kesedihannya setelah ditinggalkan kekasih. Bagi Bruno—yang pastinya dirasakan oleh semua kaum patah hati—dunia terasa berbeda dengan sebelumnya. Semua keadaan tidak lagi sama dengan ketika saat masih bersama.
Our song on the radio but it don’t sound the same. Di sini saya merasakan rintih seorang Bruno. Semua musik kenangan yang ia putar di radio sudah berbeda. Musik yang barangkali mengalun dengan nada dan lirik yang indah, sudah hampa karena perpisahan. Bruno memainkan semua bahasa itu hanya untuk sebuah kesimpulan, bahwa tanpa kamu, duniaku tak lagi sama.
Baca Juga: Jangan Ngaku Bestie Kalau Masih Suka Nyinyir
Kesedihan itu semakin memekik perasaan pendengar ketika sampai di lirik selanjutnya. My heart breaks a little when i hear your name. Dia yang sudah tidak ditakdirkan untuk bersama kita lagi memang berat untuk sekadar menyebut namanya. Sebagian besar manusia memang cenderung ingin membuang dan menjauh dari kenangan pahit, termasuk mendengar nama mantan kekasih.
Kemudian, dalam lagunya, Bruno mengungkapkan penyesalannya. Penyesalan karena tidak bisa menjadi pasangan yang baik untuk kekasihnya itu. Jika waktu bisa diulang—begitu kira-kira—maka Bruno akan menghabiskan waktunya untuk kekasihnya itu, untuk sekadar memberikannya bunga, menggenggam tangannya, dan mengajaknya berdansa di pesta.
Namun, semua itu hanya angan. Now my baby’s dancing, but she’s dancing with another men (sekarang kekasihku sedang berdansa, tapi dia berdansa dengan pria lain). Kekasih yang meninggalkannya pergi sudah menemukan pria lain untuk berdansa. Kenyataan yang begitu pahit untuk dirasakan setiap orang.
Namun, yang menjadi salut, Bruno Mars—dalam lagunya itu—tidak justru menyalahkan sang kekasih, menyalahkan keadaan, atau bahkan menyalahkan pria baru dari kekasihnya itu. Dia lebih memilih menyalahkan dirinya sendiri. Dia menyesali terhadap yang sudah dia lakukan.
My pride, my ego, my needs, and my selfish ways caused a good strong woman like you to walk out my life; kesombonganku, egoku, dan segala keegoisanku ini yang membuat wanita kuat sepertimu memilih pergi dari hidupku. Begitulah Bruno Mars mengajarkan kita semua, bahwa barangkali kekasih kita memilih pergi adalah karena kesalahan kita sendiri. Dengan itu kita mesti sadar sebelum menyalahkan siapa-siapa.
Lebih lanjut, di akhir lagu, Bruno mengaharap agar mantan kekasihnya bisa mendapatkan yang terbaik. Dia berharap, mantan kekasihnya bahagia dengan kekasih barunya. Melakukan hal yang tidak pernah dilakukan bersamanya. Sehingga mantannya itu tetap bisa mendapatkan kebahagiaan.
Baca Juga: Sejarah Bir Pletok: Minuman Tradisional Khas Betawi, Adaptasi Wine Tanpa Alkohol
Artikel Terkait
Mempelajari Karakter Orang Melalui Kebiasaannya
Brongkos: Hidangan Daging Kuah Khas Jogjakarta, Favorit Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Layangan Putus, Selesai, Paulo Coelho, dan Sejarah Ketidaksetiaan dalam Pernikahan
Manfaat Perdagangan Ekspor untuk Perekonomian
Asem-Asem Daging: Sajian Berkuah Khas Demak dari Tradisi Dapur Peranakan Tionghoa
Berpikir Kritis Bisa Cegah Investasi Bodong
Sejarah Kue Keranjang di Indonesia: Sajian Khas Tahun Baru Imlek yang Sarat Mitos dan Filosofi
Jangan Ngaku Bestie Kalau Masih Suka Nyinyir
Sejarah Bir Pletok: Minuman Tradisional Khas Betawi, Adaptasi Wine Tanpa Alkohol
Fosil Keong Racun 28 Juta Tahun Abadi di Bukit Kapur Citatah