Sejarah Kue Keranjang di Indonesia: Sajian Khas Tahun Baru Imlek yang Sarat Mitos dan Filosofi

- Selasa, 25 Januari 2022 | 15:50 WIB
Asal-usul dan sejarah kue keranjang diwarnai dengan mitos yang dibawa orang-orang Tionghoa setelah bermigrasi ke Indonesia. (Badiatul Muchlisin Asti)
Asal-usul dan sejarah kue keranjang diwarnai dengan mitos yang dibawa orang-orang Tionghoa setelah bermigrasi ke Indonesia. (Badiatul Muchlisin Asti)

Asal-usul dan sejarah kue keranjang diwarnai dengan mitos yang dibawa orang-orang Tionghoa setelah bermigrasi ke Indonesia.

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī  yang berarti “malam pergantian tahun”.

Istilah atau penulisan “Tahun Baru Imlek” sendiri, menurut Aji ‘Chen’ Bromoskusumo dalam buku Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Indonesia (2013), hanya dikenal di Indonesia.

Kata Imlek adalah bunyi dialek Hokkian yang berasal dari kata Yĩn li yang berarti “penanggalan bulan” alias lunar calender. Penanggalan Tiongkok berdasarkan peredaran bulan di Tata Surya sehingga disebut Yin Li. Sementara penanggalan yang kita kenal sekarang, dan dipakai luas seluruh dunia, disebut dengan Yáng li di dalam bahasa Mandarin yang artinya “kalender matahari”.

Di Indonesia, selama rentang waktu 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 saat Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14/1967.

Perayaan tahun baru Imlek memiliki arti penting bagi komunitas Tionghoa di dunia, termasuk di Indonesia. Terlebih pada malam pergantian tahun. Pada momen ini, semua anggota keluarga berkumpul dan makan malam bersama. Bisa dibilang, perayaan ini bagi masyarakat Tionghoa sama semaraknya dengan Hari Raya Lebaran Idulfitri bagi umat Islam dan Hari Raya Natal bagi umat Kristen.

Baca Juga: Berpikir Kritis Bisa Cegah Investasi Bodong

Dan makanan yang disajikan dalam perayaan Imlek tak sekedar makanan, tetapi di balik itu mengandung makna filosofis yang melambangkan arti dan pengharapan tersendiri. Harapan atas tahun baru yang penuh dengan kemakmuran dan keberuntungan.

Bagi komunitas Tionghoa-Indonesia, ada beberapa makanan khas yang paling sering, bahkan selalu hadir dalam perayaan Imlek. Salah satunya yang paling populer adalah kue keranjang. Bahkan bisa ditengarai, salah satu kode bahwa tahun baru Imlek akan segera tiba adalah mulai hadirnya kue keranjang di sejumlah outlet, supermarket, maupun di lokapasar (marketplace).

Catatan sejarah kue keranjang di Indonesia

Sejumlah literatur menyebutkan, kue keranjang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Tepatnya pada awal dinasti Liao (907-1125). Saat itu, orang-orang Tiongkok memiliki kebiasaan makan kue pada hari pertama bulan pertama tahun lunar atau yang dikenal dengan tahun baru Imlek. Dari situlah awal mula dibuatnya kue keranjang yang pada saat itu belum populer.

Sejak masa Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1911), keberadaan kue keranjang sudah mulai populer di kalangan masyarakat. Mereka menjadikan kue keranjang sebagai camilan dan terus dibuat hingga saat ini sebagai makanan wajib saat perayaan Imlek.

Lalu, sejak kapan kue keranjang hadir dan mewarnai jagat perkulineran Indonesia? Tak ada data valid yang bisa dirujuk. Namun, yang pasti, kue cokelat bercita rasa manis ini dibawa oleh orang-orang Tiongkok yang migrasi ke Indonesia sejak berabad-abad lampau.

Pemerhati kuliner dari Semarang, Jongkie Tio, menyatakan bahwasannya masuknya kue keranjang ke Indonesia bisa dikatakan bersamaan dengan masuknya orang-orang Tionghoa ke Indonesia yang berlayar pada tahun 400-an.

Halaman:

Editor: Aris Abdulsalam

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Wijkmeester Pecinan Suniaraja dan Citepus

Minggu, 26 Maret 2023 | 11:30 WIB

Respek dalam Berkomunikasi

Jumat, 24 Maret 2023 | 11:11 WIB

Ciledug Mengabadikan Sejarah Pembuatan Jalan Raya

Jumat, 24 Maret 2023 | 05:57 WIB

Menebar Dharma Agama dan Negara

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB

Pemborong Bangunan Tan Haij Long

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:20 WIB

Rumitnya Nama Anak-Anak Zaman Sekarang

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:40 WIB

Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:00 WIB

Media Sosial dan Identitas Diri

Senin, 20 Maret 2023 | 09:24 WIB

Situ Lembang Danau Kaldera Gunung Sunda

Jumat, 17 Maret 2023 | 13:50 WIB

Bahagiakan Dirimu dengan Membahagiakan Orang Lain

Kamis, 16 Maret 2023 | 14:55 WIB
X