Konon brongkos berasal dari kata brownhorst yang merupakan campuran bahasa Inggris dan Perancis yang kemudian diplesetkan menjadi kata Jawa.
Cerita kuliner Jogjakarta tak melulu soal gudeg, tapi juga ada banyak sajian kuliner khas Jogja lainnya yang tak kalah lezat. Salah satunya adalah brongkos. Tak seperti gudeg, brongkos adalah kuliner khas Jogjakarta yang agak sulit dijumpai di daerah lain. Itu karena, kuliner khas Jogjakarta ini termasuk kuliner yang –meminjam istilah Bondan Winarno dalam buku 100 Mak Nyus Joglosemar (2016)—jarang merantau keluar daaerahnya.
Sepintas, brongkos mirip rawon khas Jawa Timur karena sama-sama memakai bumbu keluak. Tapi bila di-zoom lebih dalam, brongkos berbeda dengan rawon karena brongkos dimasak dengan santan kental, sedangkan rawon tidak. Kehadiran santan kental menjadikan brongkos lebih mlekoh dan tebal kuahnya, serta lebih gurih cita rasanya. Bumbu brongkos juga relatif lebih kompleks dibanding rawon.
Isian brongkos adalah daging sapi yang dipotong kotak kecil, kacang tolo, dan cabai rawit yang dibiarkan utuh. Daging sapi dalam brongkos sangat empuk dan porsinya relatif banyak. Kuah brongkos yang gurih dipadu dengan potongan daging sapi yang empuk mencuatkan kelezatan yang bikin nagih.
Brongkos ini termasuk hidangan berkuah yang mudah disukai (easy to like). Selain kuahnya yang terasa segar, gurih dan sedikit manis, isiannya berupa daging sapi juga termasuk bahan populer yang disukai banyak orang.
Baca Juga: Mempelajari Karakter Orang Melalui Kebiasaannya
Brongkos sangat nikmat disantap dengan nasi putih hangat sebagai lauk tunggal. Kuahnya tidak begitu pedas. Tapi bagi penyuka pedas, di antara potongan dagingnya terdapat cabai-cabai utuh yang bisa diceplus. Lebih nikmat lagi, nasi dan sayur brongkos disantap dengan kerupuk, baik kerupuk udang, kerupuk gendar, dan kerupuk kulit, atau emping melinjo.
Sayur brongkos? Ya. Orang Jogja lazim menyebut brongkos dengan sayur brongkos. Dalam konteks sekarang, mungkin sebutan itu kurang pas, karena isian brongkos adalah daging sapi. Tidak ada sayuran di dalamnya. Namun menurut buku Wisata Jajan Yogyakarta (2008) yang diterbitkan oleh majalah Intisari, brongkos disebut sebagai sayur, karena pada masa lalu brongkos memang berisi sayur-sayuran, antara lain: kacang tolo, buncis, kulit melinjo, dan tahu. Tidak mengandung daging. Kalaupun ada dagingnya, biasanya berupa daging giling yang dibentuk bulatan seperti bakso kecil atau daging tetelan. Itu pun jumlahnya tidak banyak.
Tapi pada perkembangannya, isiannya berubah. Brongkos masa kini isiannya berbeda. Yang dominan bukan sayuran, melainkan daging, seperti brongkos yang kita kenal sekarang.
Asal-usul Brongkos dan Para Penggemarnya
Dalam buku Kuliner Sleman, Cita Rasa Lembah Merapi Bersemi Membangun Diri (2009) disebutkan, brongkos konon berasal dari kata brownhorst yang merupakan campuran bahasa Inggris dan Perancis yang kemudian diplesetkan menjadi kata Jawa yang dimaksudkan untuk masakan daging yang berwarna coklat.
Disebutkan, dalam khazanah kuliner Jawa, brongkos merupakan salah satu Java Deli atau enak-enakannya orang Jawa. Buktinya, brongkos iwak congor (brongkos hidung sapi) menjadi syair penutup tembang Jawa yang menceritakan masakan paling lezat dan disukai orang Jawa.
Rasa khas brongkos timbul karena isi buah pucung (keluak) yang mengalami fermentasi alami. Cita rasa gurih aromatis, legit, dan hangat yang berkombinasi dengan santan dan kacang-kacangan akan terasa nikmat setelah dibiarkan semalam dalam suhu kamar. Sungguh, sebuah rahasia kelezatan dapur orang Jawa yang patut diacungi jempol.
Artikel Terkait
Kapitalisme Kekuasaan Zaman
Kendaraan Listrik Mengatasi Masalah Polusi Udara di Indonesia
Hikayat Soto Kudus, Simbol Toleransi Umat Islam atas Umat Hindu
Mengenal Manfaat Transit Oriented Development (TOD)
Riwayat Pecel: Kuliner Khas Jawa Sejak Abad ke-9 Jadi Favorit Presiden Pertama RI Sukarno
Kesebelasan Masing Emoet Roekoen teh Azasna Indonesia (MERAPI)
Geotrek, Belajar di Alam dengan Senang dan Nikmat
Nasi Gandul: Hidangan Lezat Berkuah Khas Pati, Persilangan Antara Soto dan Gulai
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021: Darurat Kekerasan Seksual Atau Dekadensi Moral?
Mempelajari Karakter Orang Melalui Kebiasaannya