Pemikiran kapitalis akan mendorong manusia menjadi kekuatan kapitalisme. Dalam konsepsi agama, pemikiran kapitalis akan merusak entitas manusia sebagai makhluk yang beradab.
Penggiringan opini saat ini bisa dikatakan sudah melewati fase-fase kritis, dimana bangsa dan negara dihadapkan pada persoalan global yang dinamakan pandemi wabah. Berbagai isu global selalu dihubungkan dengan bagaimana pentingnya kesehatan manusia.
Dalam rumus ilmu pengetahuan, persoalan ini menjadi tantangan abad yang harus diejawantahkan dalam sebuah solusi. Bagaimana akhirnya manusia selalu berhitung dengan ketidakmampuannya tetapi harus dihadapi.
Pemikiran kapitalis akan mendorong manusia menjadi kekuatan kapitalisme. Entitas (wujud) manusia adalah keterbatasan hakiki dalam cermin agama, sebagai manusia yang diciptakan. Segala wujud yang tak mampu menciptakan kekuatan -yang tanpa sebab akibat- maka bukanlah sebuah legitimasi kesempurnaan. Dalam konsepsi agama, pemikiran kapitalis akan merusak entitas manusia sebagai makhluk yang beradab.
Jika agama, sebuah keyakinan yang utuh atas dasar kebenaran yang dipercayai oleh jiwa dan raga manusia, maka tidak ada dimensi kekuasaan yang berdiri sendiri pada manusia. Lalu pertanyaannya, apa yang mendorong manusia untuk berpikir besar seolah-olah ingin melebihi dari Sang Pencipta-Nya? Konteks ini bukan untuk menggiring pertentangan hakiki, sehingga apa yang tidak tampak secara kasat mata, itu adalah wilayah di luar kuasa manusia.
Baca Juga: Meningkatkan Penghasilan Era Digital dengan Media Sosial
Sejak merebaknya wabah Covid-19, orang dihadapkan pada musuh yang tidak mampu dilihat dalam keterbatasan penglihatan manusia. Pertentangan gagasan, kemudian melahirkan rasa takut, cemas dan panik hingga pada pertentangan klimaks antara satu dengan yang lainnya saling mencurigai. Dalam situasi semacam ini, apakah pemikiran kapitalis mampu untuk menyelamatkannya!? Bisa iya, bisa tidak. Apa yang dihadapi adalah sebuah dimensi ruang ketidakpastian yang tidak bisa diukur secar matematis logika manusia.
Virus Corona berjalan dengan kaki dan dengan tangannya (baca: sel hidup), tanpa takut siapa itu manusia yang mampu membangun kapitalis. Dan manusia pun, dimana-mana atas nama bangsa dan negara, berperang melawan virus ini. Sebuah pertempuran yang begitu dashyat hingga sudah memakan ribuan orang meninggal. Siapa yang menjadi panglima perang atau pemimpin bagi manusia? Jika pada garis depan, pasti berbaris dengan sekuat tenaga para tim medis dan relawan. Bisa jadi, perang ini menjadi perang yang “paling istimewa” bagi manusia.
Kekuasaan, sepertinya sudah bermakna didewakan, meski kita sendiri lebih suka disebut bermartabat dalam kodrat manusiawi. Bagaimana meraba konsep dewa pada zaman yang telah maju dan dikatakan zaman di atasnya modern. Para ahli, ilmuwan dan pakar menyebut dengan era yang mulai masuk era globalisasi. Semua instrumen banyak dikendalikan oleh alih teknologi. Nalar dan logika manusia seakan mampu menembus langit, hingga dalam kekuasaannya menjadi seolah-olah seperti Tuhan. Konstelasi pemikiran manusia seperti dewa yang turun dari langit, kemudian membentuk kekuatan yang melibatkan orang banyak untuk membantunya. Membangun sebuah dinasti, apa yang disebut sebagai kapitalisme.
Artikel Terkait
Mendorong Perkembangan Ekonomi Digital Indonesia dalam Society 5.0
Rekor! Menlu AS Kunjungi 112 Negara
Ridwan Kamil, Bima Arya, dan Ade Yasin: Kepala Daerah Jawa Barat Terpopuler Tahun 2021
Mochtar Kusumaatmadja: Begawan Hukum Internasional Indonesia
Adopsi Spirit Doll: Antara Tren, Sugesti, dan Delusi
Kesebelasan Tamba Oerat Moeroengkoet (TOM) dari Pangalengan
Geotrek Lintas Kars Citatah
Industri Hiburan Dipandang Sebelah Mata, Tak Mau Mencontoh Negara Maju
Kisah Dominique Roderick Berretty, Putra Tunggal Pemilik Villa Isola
Meningkatkan Penghasilan Era Digital dengan Media Sosial