Mati Suri Tahun 1937

Bagaimana perkembangan TOM selanjutnya? Saya baru mendapatkan kabarnya dari Sipatahoenan edisi 13 September 1932. Di situ ada kabar, tim kedua TOM melawan klub Militair yang bertandang dari Bandung ke Pangalengan pada hari Minggu, 11 September 1932.
Penulis berita menyatakan, “Katjida watirna nendjo baroedak, tapi parandene kitoe katjida moedjina ka spelna TOM 2e teh, nja eta nepi ka bisa ngaboeskeun sagala, tapi koe Militair boeboehan rea spelers ti Velocitas djeung Jong-Java baroedak TOM 2e teh dipoepoel bajoe” (Kasihan sekali melihat anak-anak itu, tetapi meski demikian saya memuji para pemain tim kedua TOM, karena masih dapat menghasilkan gol, tapi karena para pemain klub Militair banyak di antaranya yang terdiri atas pemain klub Velocitas dan Jong-Java, sehingga anak-anak tim TOM tentu saja kalah telak).
Sebulan berikutnya, TOM melawat ke Cikembang, melawan kesebelasan OTVC (“Ieu doea clubs kamari geus ditandingkeun di lapang Tjikembang”). Dalam pertandingan tanggal 13 Oktober 1932 yang dipimpin wasit Soeparta (“Pingpinan referee Soeparta tjoekoep”) itu, TOM meraih keunggulan 2-0 atas OTVC (“Teroes nepi ka boebaran teu robah deui, stand tetep 2-0 keur kameunangan TOM”). Berita rincinya saya dapatkan dari Sipatahoenan edisi 14 Oktober 1932.
Baca Juga: Ridwan Kamil, Bima Arya, dan Ade Yasin: Kepala Daerah Jawa Barat Terpopuler Tahun 2021
Hingga 1935, klub TOM nampaknya terus aktif bermain sepak bola. Dalam Sipatahoenan edisi 27 April 1935 ada surat pembaca yang ditulis sekretaris klub PGR Cicadas, Koeriapradja, dan ditujukan bagi pengurus TOM (“Kahatoer djoeragan bestuur TOM Pangalengan”). Karena pada pertandingan TOM sebelumnya, pengurus PGR tidak merasa mengirimkan timnya ke Pangalengan. Melainkan klub IDO yang juga dari Cicadas dan mencatut nama PGR. Kata Koeriapradja, “Margi eta teh Club IDO ti Tjitjadas anoe teu poegoeh tangtoeganana. Bestuurna Asdi toekang tahoe djeung Soebhi toekang ngapoet, anoe matak ngakoe-ngakoe ngaran PGR eta club geus teu pajoe [teu aja hargaan]” (sebab itu adalah klub IDO dari Cicadas yang tidak jelas pendiriannya. Pengurusnya, Asdi tukang tahu dan Soebhi penjahit, sehingga mereka mengaku-aku sebagai PGR sebab klubnya sudah tidak laku atau tidak lagi berharga).
Namun, ternyata klub TOM pada pertengahan 1937 dikatakan mati suri. Fakta ini diungkap penulis bernama Polana dalam Sipatahoenan edisi 9 Juni 1937. Dalam tulisan bertajuk “Pangalengan djeung Sport”, Polana menulis, “Geus lawas pisan, bareto di Pangalengan ngadeg hidji club voetbal Indonesiers anoe dingaranan P.s. TOM, sarta diloeloegoean koe Oe, hidji sportliefhebben anoe pikeun di eta tempat mah moal aja noe bireuk deui” (Sudah lama sekali, dulu di Pangalengan berdiri satu klub sepak bola bangsa Indonesia yang disebut Ps TOM, serta diketuai oleh U, seorang pecinta olah raga yang untuk ukuran tempat itu sudah dikenal sekali).
Baca Juga: Mochtar Kusumaatmadja: Begawan Hukum Internasional Indonesia
Padahal tadinya TOM menjadi tumpuan harapan banyak orang di Pangalengan. Polana menilai di balik tidak aktifnya lagi TOM di dunia persepakbolaan disebabkan oleh dua hal, yaitu keadaan keuangannya dan pengelolanya yang kemungkinan kurang teguh (“Tadina mah geus djadi pangharepan djalma loba, hiroepna ieu club teh bakal lana, tapi handjakal henteu kitoe; sigana bae berhoeboeng djeung kaajaan financien atawa noe njekel kamoedina ieu club koerang tegoeh, kapaksa koedoe dikoeboer sarta teu embol-embol deui”).
Artikel Terkait
Menjadi Keluarga Cerdas Berteknologi dengan Digital Parenting
Mengenal Jenis-jenis Penyakit Hati dan Cara Mengelolanya
Tetap Bersaudara Meskipun Beda Agama
Syarat Tulisan Netizen Ayobandung.com agar Dimuat dan Rincian Hadiah Total 1,5 Juta
Kehancuran Jati Diri Budaya yang Nyata
Mendorong Perkembangan Ekonomi Digital Indonesia dalam Society 5.0
Rekor! Menlu AS Kunjungi 112 Negara
Ridwan Kamil, Bima Arya, dan Ade Yasin: Kepala Daerah Jawa Barat Terpopuler Tahun 2021
Mochtar Kusumaatmadja: Begawan Hukum Internasional Indonesia
Adopsi Spirit Doll: Antara Tren, Sugesti, dan Delusi