Membangun SDM Daerah Melalui Pendidikan

- Kamis, 9 Desember 2021 | 17:18 WIB
Sejumlah siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di SD 065 Cihampelas, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Selasa, 7 Desember 2021. Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung menyebutkan sebanyak 778 sekolah di Kota Bandung siap menggelar PTMT gelombang ke-3 serta sedang menunggu hasil verifikasi.  (Ayobandung.com/Kavin Faza)
Sejumlah siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di SD 065 Cihampelas, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Selasa, 7 Desember 2021. Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung menyebutkan sebanyak 778 sekolah di Kota Bandung siap menggelar PTMT gelombang ke-3 serta sedang menunggu hasil verifikasi. (Ayobandung.com/Kavin Faza)

Sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Tidak dapat dipungkiri lagi, salah satu penentu keberhasilan pembangunan adalah tersedianya SDM, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Jika dilihat dari segi kuantitas, SDM Indonesia dapat dikatakan telah cukup bahkan berlebih. Lalu pertanyaannya, apakah SDM Indonesia sudah berkualitas?

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM cukup kuat. Buktinya, pembangunan SDM menjadi prioritas Indonesia Maju periode 2019-2024.

Upaya ini sangat penting dan seharusnya segera diwujudkan, terutama mengingat kehadiran bonus demografi yang sedang berlangsung dan diperkirakan puncaknya pada 2030-an. Kehadiran bonus demografi yang ditandai dengan membesarnya jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) seharusnya dapat termanfaatkan dengan baik.

Pembangunan SDM seharusnya dilakukan secara masif hingga ke seluruh pelosok negeri. Salah satu indikator potret pembangunan SDM ialah pendidikan. Berdasarkan wilayah, pendidikan di perdesaan masih jauh tertinggal dibandingkan di perkotaan.

Baca Juga: Pendidikan Islam Melahirkan SDM Unggul dan Berkualitas

Pada 2020, rata-rata lama sekolah di perdesaan hanya 8 tahun dan di perkotaan sudah 10 tahun. Dengan kata lain, penduduk perdesaan berusia 15 tahun ke atas memiliki rata-rata lama sekolah hanya sampai kelas 2 SMP, sedangkan di perkotaan sudah sampai kelas 1 SMA. (BPS, 2020)

Selain rata-rata lama sekolah yang lebih rendah, kondisi pendidikan di perdesaan juga jauh lebih buruk. Hal ini tercermin dari angka buta aksara di perdesaan yang hampir 3 kali lipat dibandingkan di perkotaan. Masih dari sumber dan tahun yang sama, angka buta aksara penduduk perdesaan berusia 15 tahun ke atas sebanyak 6,36 persen. Sedangkan penduduk perkotaan berusia 15 tahun ke atas hanya 2,19 persen.

Regulasi

Rendahnya rata-rata lama sekolah dan tingginya angka buta aksara di perdesaan menjadi salah satu faktor pendorong dibentuknya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Hal ini terlihat dari salah satu amanat Undang-undang tersebut, yakni meningkatkan kualitas masyarakat desa melalui pendidikan. Pada 2013, angka buta aksara di perdesaan sebanyak 8,88 persen atau berkurang 2,52 persen pada 2020.

Sebelumnya, komitmen Pemerintah untuk membangun daerah/desa telah tertuang dalam poin ketiga Nawacita periode 2014-2019. Pemerintah ingin membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan. Dengan kata lain, pembangunan harus menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan tidak lagi terpusat di perkotaan.

Baca Juga: Teknologi Artificial Intelligence dalam Dunia Pendidikan: Memanfaatkan atau Digantikan

Sudah bukan rahasia umum lagi, pendidikan di Indonesia belum merata. Tidak sedikit informasi tentang ketimpangan infrastruktur maupun akses pendidikan di perdesaan dan di perkotaan. Masih ada siswa yang harus mempertaruhkan nyawa guna mendapatkan pendidikan. Dari menyebrangi sungai hingga melewati jembatan yang berbahaya. Dari contoh ini, alangkah baiknya Pemerintah menyegerakan pembangunan di daerah/perdesaan.

Komitmen Pemerintah berlanjut dengan terbitnya Peraturan Presiden (PP) Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Di dalam peraturan tersebut, terlihat jelas bahwa pemerintah ingin memperkuat pembangunan daerah melalui data. Dengan adanya walidata di tingkat daerah diharapkan data sektoral akan tersedia. Namun semangat ini sebaiknya diiringi oleh pemahaman dan pemaknaan data yang benar dari semua pihak.

Halaman:

Editor: Aris Abdulsalam

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Relasi Sipil-Militer dan Demokratisasi di Indonesia

Rabu, 27 September 2023 | 11:56 WIB

Etika Berbahasa di Media Sosial

Selasa, 26 September 2023 | 12:01 WIB

Siapakah (Calon) Presiden yang Terbaik?

Minggu, 24 September 2023 | 18:21 WIB

Proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung), untuk Siapa?

Jumat, 22 September 2023 | 17:47 WIB

Industriawan Militer Menjadi Penghambat Perdamaian!

Kamis, 21 September 2023 | 12:05 WIB

Generasi Z dan Pelaksanaan Profil Pelajar Pancasila

Minggu, 10 September 2023 | 17:49 WIB

Mengintip Bioskop Zaman Baheula di Bandung

Minggu, 10 September 2023 | 15:32 WIB

Mau Sampai Kapan Kita Bergantung pada TPA Sarimukti?

Kamis, 7 September 2023 | 16:16 WIB

Pemimpin Baru Menghadapi Situasi yang Tidak Nyaman

Rabu, 6 September 2023 | 11:27 WIB
X