Permendikbud 30 menjadi jawaban atas maraknya kekerasan seksual di lingkungan kampus. Hasil daripada asas yaitu akhlak mulia untuk melindungi dalam setiap institusi pendidikan.
Tahun 2021 Indonesia bukan hanya mengalami pandemi Covid-19, melainkan juga adanya isu-isu mengenai kekerasan seksual yang kian meningkat. Banyaknya masalah kekerasan seksual di lingkungan kampus seperti contohnya fenomena yang sedang hangat dibicarakan yaitu pelecehan seksual yang dilakukan oleh dekan dari salah satu mahasiswi Universitas Riau.
Namun sayangnya, kasus tersebut tidak bisa diusut tuntas karena adanya pelaporan balik yang ditujukan kepada korban di mana ia dianggap mencemarkan nama baik dekan tersebut. Salah satu contoh inilah yang menjadi keresahan sebab tidak terdapat kepastian hukum yang bisa menjerat pelaku kekerasan seksual agar tidak bisa mengeluarkan alibi-alibi yang justru akan memberi peluang pelaku untuk menuntut balik serta membolak-balikkan fakta, sehingga merugikan korban.
Adanya kasus-kasus seperti itu, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menegaskan bahwa peraturan tersebut dibuat sebagai langkah untuk pemulihan hak-hak korban kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi. Ia juga mengatakan bahwa dikeluarkannya peraturan ini sebab situasi yang gawat darurat dan diperlukan langkah cepat dan pasti. Oleh sebab itu, peraturan ini sebagai hukum positif yang sangat diharapkan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kemendikbud pada tahun 2020, pada jenjang perguruan tinggi adalah yang terbesar dalam aduan korban kekerasan seksual, yaitu sebesar 27%. Adapun untuk korban secara rinci, sebanyak 89% korban kekerasan seksual adalah perempuan, serta sebesar 4% korban laki-laki.
Fakta ini membuktikan bahwa bukan hanya perempuan saja yang terkena tindak kekerasan seksual. Selain itu, sebesar 77% respon dosen menjawab kebenaran adanya kekerasan seksual yang terjadi di kampusnya, namun data belum termasuk yang tidak melaporkan kasus kepada pihak kampus.
Dengan banyaknya data fakta mengenai korban kekerasan seksual, maka dalam hal ini diperlukan adanya undang-undang yang berlaku secara khusus dan spesifik dalam lingkup perguruan tinggi.
Oleh karena itu, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, dibentuk satgas yang bertugas sebagai penggerak, memberikan rekomendasi kepada pimpinan perguruan tinggi, dan hal lain (yang terdapat pada pasal 34 ayat 1 dan 2 mengenai tugas dan wewenang satuan tugas).
Artikel Terkait
Pahlawan Big Data di Tengah Pandemi
Risalah Untuk Calon Suamiku
Hikayat Wedang Uwuh: Minuman Favorit Sultan dan Ikon Jogjakarta
Mendidik dengan Sepenuh Hati
Joki Tugas, Rahasia Umum di Masyarakat
Permendikbud Ristek Nomor 30: Mengapa Frasa 'Tanpa Persetujuan Korban' Dimaknai 'Melegalkan Seks Bebas'?
Villa Isola: Venesia Kecil di Bandung Utara
Pemimpin Masa Depan Bicara di Forum Dialog IISS
Wingko Babat, Kudapan Legit dari Lamongan yang Jadi Oleh-Oleh Khas Semarang
Demam Belanja Online Berkedok Self Healing