Lima klub sepak bola pribumi diajak serta dalam kompetisi untuk memperebutkan medali perak, yang disebut sebagai “Insulinde medaille”.
Bagaimana perkembangan klub-klub sepak bola pribumi setelah hadirnya kesebelasan STOVIA dan OSVIO? Apakah terus bertambah? Adakah kompetisi yang diselenggarakan di antara klub-klub pribumi? Siapakah penyelenggaranya? Kapankah kompetisi tersebut digelar?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus bermunculan setelah saya menulis riwayat dan perkembangan klub sepak bola yang dijalankan anak-anak sekolah pamongpraja, calon guru di Bandung, dan pegawai jawatan kereta api.
Usut punya usut, ternyata benar apa yang dibilang Moch. Enoch saat pembukaan Sportpark Tegallega.
Setelah anak-anak sekolah bangsa pribumi memainkan sepak bola, kalangan lain di antara bumiputra turut pula terkena demam sepak bola. Tentang siapa yang terlanda demam sepak bola di antara kalangan pribumi, dapat dilihat dari berita-berita singkat yang ditayangkan dalam koran AID de Preanger-bode antara 1909-1910.
Mari kita lihat saja rinciannya. Atas rencana dan kerja keras UNI, pada 17 Agustus 1909 klub tersebut berhasil mengajak lalu menyusun lima klub sepak bola pribumi yang dapat diajak serta dalam kompetisi untuk memperebutkan medali perak, yang disebut sebagai “Insulinde medaille”.
Lima Kesebelasan Pribumi
Menurut laporan AID (18 Agustus 1909), kelima kesebelasan yang diajak untuk bertarung oleh UNI itu adalah VIK (Vereeniging Inlandsche Kedjaksan), DVC (Drukkerij Voetbal Club), WM (Waschman), VOAS (Vereeniging Orang Anak Slam), dan IVC (Inlandsche Voetbal-Club).
Adapun sistem yang diterapkan oleh UNI untuk kompetisi itu adalah sistem gugur (afvalsysteem). Jadwalnya sebagai berikut: pukul 07.00, Minggu, 21 Agustus 1909, A: VIK vs DVC; pukul 16.30, Minggu, 21 Agustus 1909, B: WM vs VOAS; dan pukul 16.30, Minggu, 28 Agustus 1909, C: pemenang pertandingan B melawan IVC. Finalnya akan diselenggarakan pada hari minggu sore berikutnya pada pukul 16.30 dengan mempertemukan pemenang C dan pemenang A. Pihak yang kalah langsung gugur.
Artikel Terkait
Catch Me if You Can di Tjimahi Tempo Doeloe
Sejarah Stasiun Padalarang: Kenangan Dahulu dan Kini
Refleksi Hari Santri: Tanamkan Nilai-Nilai Toleransi Dalam Jiwa
Misteri Perang Bubat: Kolofon Naskah Pangeran Wangsakerta
Jangan Bosan Berbuat Kebaikan Dalam Hidup Bermasyarakat
Babak Belur Peternak Ayam Petelur
Mengambil Foto di Terowongan Lampegan Sama dengan Bunuh Diri
Hari Libur Tanggal Merah Keagamaan Diundur, Perlukah?
Karena Faktor China, Asean Sulit Menekan Myanmar
Rangkaian Bukit Pasir, Tanggul Alami Penghalang Tsunami