Di sisi lain, suplai telur ayam justru meningkat. Karena daya beli masyarakat menurun, terjadi penumpukan di gudang penyimpanan telur ayam milik peternak. Padahal, gudang hanya bisa menyimpan telur ayam untuk 1-2 hari saja. Selebihnya telur ayam berpotensi busuk sementara pasokan dari peternak terus berdatangan. Karena stok yang menumpuk itulah otomatis peternak asal menjual saja berapa pun harganya.
Berbeda dengan telur ayam, komoditas pokok lain bisa tetap stabil permintaannya selama pandemi. Hal ini dapat terjadi salah satunya dampak transformasi belanja dari konvensional menjadi digital melalui berbagai e-commerce. Sementara penjualan telur ayam tidak bisa mengandalkan melalui online karena rentan pecah dan tidak mudah pengemasannya.
Belum adanya tata kelola yang terstruktur di sektor perdagangan telur ayam membuat masalah seperti ini rentan terjadi. Pemerintah seharusnya membuat aturan tata kelola yang terstruktur seperti mengatur populasi ayam yang diperkenankan. Jumlahnya harus disesuaikan dengan produktivitas dalam menghasilkan telur dan kebutuhan telur nasional. Jika tidak dilakukan, maka mau tidak mau semua permasalahan yang terjadi hanya bisa terselesaikan sendiri secara mekanisme pasar yang membutuhkan waktu tidak sebentar.
Pemerintah beserta kementerian terkait didorong untuk duduk bersama, merumuskan kembali perlu atau tidaknya merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 tahun 2020 tentang Harga Acuan Penjualan di tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Saat ini Permendag tersebut menetapkan harga batas atas pembelian di peternak Rp 21.000 per kg. Harga acuan seharusnya selain dapat dijangkau konsumen, juga bisa menyejahterakan peternak.
Baca Juga: Stop! Simpan Telur di Pintu Kulkas Sebabkan Penyakit Serius, Begini Penjelasan Ahli
Solusi lain yang bisa diambil yaitu menggaungkan kampanye makan telur ayam di seluruh Indonesia. Selain mudah diperoleh dan mudah diolah, telur ayam termasuk bahan makanan yang sarat nutrisi. Telur ayam bahkan layak diklasifikasikan sebagai superfood atau makanan super karena kandungan zat gizinya.
Ketersediaan dan kualitas bahan pakan lokal juga perlu ditingkatkan. Arah kebijakan pakan nasional ke depan harus menjamin ketersediaan pakan serta meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan dipasarkan.
Terkait meningkatnya harga bahan baku pakan asal luar negeri, pemerintah seharusnya mengeluarkan stimulus bea masuk atas bahan dan barang produksi industri yang berasal dari impor. Dengan demikian, peternak dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan. [*]
Baca Juga: Cara Membuat Telur Gulung Mengembang Sempurna: Trik dari Pedagang!
Artikel Terkait
Memerdekakan Diri untuk Membaca Budaya
Instagram Memang Asyik, Tetapi Mengapa Digugat?
Menyoal Upaya Pemulihan Ekonomi, Perlukah Alih Konsep?
Misteri Perang Bubat IV: Kolofon Carita Parahyangan
Tawuran Pelajar Bukanlah Ajang Menunjukkan Keberanian
Nicolaas Vink, 50 Tahun Menjadi Anggota UNI
Jalan Setapak di Distrik Jampang Kulon Awal Abad ke-19
Catch Me if You Can di Tjimahi Tempo Doeloe
Sejarah Stasiun Padalarang: Kenangan Dahulu dan Kini
Refleksi Hari Santri: Tanamkan Nilai-Nilai Toleransi Dalam Jiwa