Tawuran Pelajar Bukanlah Ajang Menunjukkan Keberanian

- Rabu, 13 Oktober 2021 | 08:44 WIB
[Ilustrasi pelajar yang terlibat tawuran] Ada banyak tuduhan soal tawuran pelajar. Mulai dari asumsi dilakukan oleh pelajar dari sekolah kejuruan hingga ekonomi keluarga si pelajar. (Ayotasik.com/Heru Rukanda)
[Ilustrasi pelajar yang terlibat tawuran] Ada banyak tuduhan soal tawuran pelajar. Mulai dari asumsi dilakukan oleh pelajar dari sekolah kejuruan hingga ekonomi keluarga si pelajar. (Ayotasik.com/Heru Rukanda)

Ada banyak tuduhan soal tawuran pelajar. Mulai dari asumsi dilakukan oleh pelajar dari sekolah kejuruan, tingkat ekonomi keluarga si pelajar, hingga tuduhan terhadap sekolah yang tidak mampu memberikan pendidikan agama dan moral dengan baik.

“Tawuran sekarang mah begitu ya, beda dengan dulu.”

“Cemen lo, beraninya keroyokan!”

“Giliran ketangkep nangis lo pada!”

“Mau jadi apa nanti?”

“Kami turut prihatin dengan peristiwa ini.”

Tawuran memang menjengkelkan. Membuat kita semua geleng-geleng kepala. Kalimat-kalimat di atas sering kita temukan dari komentar netizen menanggapi peristiwa tawuran. Mereka melontarkan pernyataan seperti itu secara spontan, sebagai bentuk keprihatinan, pengutukan, atau sebentuk ketidakberdayaan mencegah tawuran-tawuran terjadi lagi.

Korban tawuran sudah banyak. Bukan hanya tawuran antar geng, tawuran terjadi antar warga, juga antar sekolah. Bahkan terjadi di awal sekolah diizinkan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas.

Kemudian kata apa yang pantas menyebut peristiwa itu? Memprihatinkan? Menjengkelkan? Masa bodoh?

Sepatutnya tawuran ini mendapat penanganan secara serius. Bukan hanya sekadar pernyataan sikap, sanksi dan perlakuan yang diterapkan terhadap pelaku dan institusi pendidikan pun seharusnya lebih tegas.

Dari Pernyataan Sikap hingga Fatwa Haram

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan pernyataan bahwa tawuran harus diberantas. Pernyataan ini terlontar dari Mendikbud di masa Mohammad Nuh. Ia menanggapi peristiwa tawuran yang mengakibatkan seorang pelajar tewas. Pelajar itu terkena sabetan clurit saat terjadi aksi tawuran di jalan Raya Kemang-Bogor, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, antara siswa SMK Wiyata Kharisma dengan SMK Menara Siswa Bogor (12/2/2014).

Majelis Ulama Islam (MUI) Kabupaten Lebak pada 2012 silam sudah mengeluarkan fatwa haram untuk tawuran. Mereka mengeluarkan fatwa mengharamkan tawuran terkait kematian beberapa pelajar di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Depok.

KH Syatibi Hambali, Ketua MUI Lebak mengatakan kekhawatiran akan tawuran yang berakibat saling bunuh membunuh. Aparat hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku tawuran. Maka dari itu MUI Lebak mengeluarkan fatwa haram tawuran.

Halaman:

Editor: Aris Abdulsalam

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menebar Dharma Agama dan Negara

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB

Pemborong Bangunan Tan Haij Long

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:20 WIB

Rumitnya Nama Anak-Anak Zaman Sekarang

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:40 WIB

Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:00 WIB

Media Sosial dan Identitas Diri

Senin, 20 Maret 2023 | 09:24 WIB

Situ Lembang Danau Kaldera Gunung Sunda

Jumat, 17 Maret 2023 | 13:50 WIB

Bahagiakan Dirimu dengan Membahagiakan Orang Lain

Kamis, 16 Maret 2023 | 14:55 WIB

Demi Sebuah Konten, Agama pun Digadaikan

Senin, 13 Maret 2023 | 15:32 WIB

Dalam Berumah Tangga, Hati-Hati Tipu Daya 'Dasim'

Minggu, 12 Maret 2023 | 12:30 WIB
X