Di negeri kita, kesenjangan bukan hanya terjadi antara si kaya dan si miskin, atau pejabat dan rakyat, tetapi juga terjadi antara masjid dan toiletnya.
Di sekitar kita masih banyak ditemui bangunan masjid megah dan indah sementara toiletnya jorok dan memprihatinkan.
Catatan soal kesenjangan inilah yang kemudian menjadi “oleh-oleh” paling mengesankan ketika beberapa hari lalu saya dengan rombongan bersilaturahim ke rumah saudara di kota Banjar, Jawa Barat. Yakni, tentang beberapa masjid dan musala yang sempat kami singgahi untuk menjalankan salat.
Setidaknya ada dua masjid yang begitu mengesankan. Pertama, masjid di area tempat tujuan. Meski berada di area perkampungan, masjid tersebut cukup megah. Ruang utama, teras, dan juga halamannya luas, terlihat terawat, dan terjaga kebersihannya.
Namun ketika kebelakang saya disuguhi bangunan toilet yang berkebalikan dengan masjidnya. Lantai sangat kotor, pintu rusak tanpa bergerendel, serta tidak ada tempat menaruh baju atau celana. Kesan jorok memuncak ketika saya membuka keran. Air sangat keruh. Benar-benar seperti toilet yang sudah lama tidak dipakai. Atau jangan-jangan memang sudah tidak terpakai, pikirku. Kondisi serupa juga ditemui oleh beberapa teman robongan saya yang masuk di kamar toilet berbeda. Padahal, belakangan saya tahu, air yang digunakan untuk berwudu sangat jernih. Maklum di situ area pegunungan, yang konon tidak pernah kekeringan, sekemarau apa pun.
Karena sudah kadung buang air kecil, mau tidak mau saya tetap bersuci dengan air tersebut, tentu dengan menahan rasa jijik dan keraguan akan kesucian air tersebut.
kesenjangan serupa juga kami jumpai saat pulang dan singgah di sebuah masjid pinggir jalan raya. masjid jami’ tingkat kecamatan itu tentu jauh megah dibanding dengan masjid kampung di atas. Dari segi apa saja tentu lebih baik dan lebih terawat. Desainnya pun lebih kekinian; kubah besar dengan menara-menara menjulang di bagian pojok atap. Pintu masuk ruang utama pun tinggi dan besar dengan daun pintu dari kayu jati tebal.
Baca Juga: Film Squid Game dari Kacamata Sosiologi: Teori Kerumunan dan Kepanikan Massal
Sayang, lagi-lagi ketika saya dan rombongan menengok ke toilet menemukan kondisi yang berkebalikan dengan kondisi masjid. Kekokohan pintu masjid tersebut tidak sebanding dengan pintu toiletnya. Semua daun pintu toilet khusus pria tidak bergerendel. Daun pintu berbahan fiber tersebut tidak bisa tertutup rapat, menyisakan celah dan bisa diintip dari luar, bahkan bisa melebar sendiri. Siapa pun yang sedang buang air kecil misalnya dijamin tidak nyamam.
Anda bisa membayangkan sendiri betapa malunya ketika sedang melakukan hajat tiba-tiba pintu terbuka sendiri atau dibuka oleh orang lain karena tidak tergerendel dan dikira kosong.
Lagi-lagi ketidaknyamanan itu ditambah oleh tidak adanya tempat menaruh baju. Meski pun itu terlihat sepele tetapi sangat dibutuhkan pengguna toilet. Airnya pun bermasalah. Di toilet wanita tidak tersedia. Sementara di toilet pria hanya tersedia sedikit air. Problemnya, saat digunakan untuk bersuci atau menggontor lantai, air tersebut tidak langsung mengalir ke lubang pembuangan tetapi menggenang di lantai toilet campur dengan air kencing pengguna.
Tentu kasus dua masjid dengan toiletnya tersebut tidak bisa menjadi tolak ukur untuk membaca kondisi toilet di semua masjid. Bahkan bisa jadi kesenjangan antara masjid dengan toiletnya yang kami serombongan jumpai hanya bersifat kebetulan belaka.
Artinya, saat kami berkunjung kebetulan toilet pada dua masjid tersebut memang pas bermasalah dan dalam proses rencana perbaikan. Dan tentu tulisan ini tidak bermaksud melakukan generalisasi hanya berdasarkan kasus tersebut.
Namun demikian, kesenjangan antara masjid dan toiletnya saya yakin juga bukan hanya terjadi pada dua masjid tersebut. Inilah yang sangat disayangkan. Betapa kemegahan, keindahan, serta kebersihan sebuah bangunan masjid menjadi sebuah ironi ketika tidak dibarengi dengan kebersihan toiletnya, kamar mandi, dan tempat berwudu.
Artikel Terkait
Klub SS dari Jawatan Kereta Api
Nikah Siri dan Gunjingan Julid Warganet
Menghitung Hari-Hari Terakhir Robert Alberts di Persib
Misteri Perang Bubat: Bujangga Manik Ngalalar ka Bubat
Sanghyang Heuleut, Danau Pemandian Bidadari
Misteri Perang Bubat: Hanya Bersumber pada Naskah Terbatas
Misi Utusan Kesultanan Banten kepada Raja Inggris Tahun 1682: Untuk Pembelian Kesenjataan
Evergrande CS Membuat China Bangkrut?