Oleh T Bachtiar*
SUNGGUH menggembirakan, pengalihaksaraan dan penerjemahan naskah-naskah kuno di Indonesia, tak terkecuali di Jawa Barat yang sudah banyak dilakukan. Dengan cara itulah, masyarakat luas dapat membaca sumber aslinya, sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang terjadi saat disampaikan secara lisan, apalagi bila ditambahkan tafsiran-tafsiran yang disesuaikan dengan kepentingan penyampai.
Bahwa naskah-naskah kuno itu mempunyai nilai tinggi yang sangat baik, sudah tidak diragukan lagi. Kandungan nilai dalam manuskrip itu sangat kaya ragam, bergantung pada topik naskah kuno tersebut. Bagaimana harta intelektual yang tak ternilai itu dapat terus digali, sangat bergantung pada para peneliti, para pemilik naskah, para pemberi dana penelitian, dan regulasi dari otoritas Negara.
Bagaimana semuanya dapat bersinergi untuk mengkonservasi, merestorasi, mengalihaksarakan, menerjemahkan naskah-naskah kuno, dan menerbitkan hasilnya untuk dibaca oleh masyarakat luas.
Dengan cara itulah, kandungan nilai dalam naskah kuno dapat dikenali kembali oleh masyarakatnya, yang sudah terputuskan sangat lama dari akar pohon kebudayaannya. Dari naskah-naskah kuno yang sudah dialihaksarakan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, diketahui, bahwa naskah kuno itu mengadung rekamjejak, informasi yang sesuai dengan zaman ketika naskah itu ditulis.
Baca Juga: BENAR BAKAL DIMISKINKAN? Daftar Aset Terbaru Rafael Alun Trisambodo Dibocorkan KPK
Topik-topik manuskrip itu ada yang membahas tentang: ajaran agama, bahasa, biografi, ekonomi, etika, gempabumi, geografi, geomorfologi, kain, kompetensi, letusan gunungapi, lingkungan, mantra, pengobatan, perang, perilaku hidup, pertanian, perundangan, politik, sejarah, silsilah, sosial budaya, toponimi, dll.
Tentu, sangat berterima kasih atas jasa para filolog yang meneliti dan merelakan hasil penelitiannya dibaca khalayak, sehingga para pembaca naskah-naskah kuno saat ini merasa bangga akan puncak-puncak pencapaian pada masa lalu dari para karuhunnya, para nenek moyangnya.
Yang harus terus dilakukan adalah, bagaimana agar naskah kuno yang sangat berharga itu tidak berhenti sampai di titik rasa bangga, nostalgia akan kejayaan masa lalu, atau bahkan terjadi sindrom kebesaran akan masa lalu.
Hasil alihaksara dan terjemahan dari naskah-naskah kuno itu perlu diteruskan garapannya oleh para pemikir, para praktisi, budayawan, dan otoritas Negara, untuk menasfir ulang naskah-naskah kuno itu, mengkristalkan nilai-nilai yang terkadung dalam naskah kuno itu menjadi “naskah baru”.
Naskah baru inilah yang akan menjadi pijakan bagi langkah melaksanakan rencana, tujuan, yang menjadi program yang berkelanjutan. Sebab keinginan untuk mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang baik itu hanya akan menjadi hayalan belaka bila tidak dilaksanakan melalui program-program nyata yang baik pula.
Bagaimana program-program nyata yang akan mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang masyarakat masagi (kompeten), yang menginduk pada zaman, dan mampu ngigelan zaman, yang mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman.
Kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang terdapat pada naskah kuno itu dapat dijadikan pijakan dan arah membangun masyarakat Jawa Barat ke depan, yaitu mewujudkan masyarakat Jawa Barat yang mempunyai rasa hormat pada Negara, mempunyai kompetensi istimewa dalam ilmu dan keahlian, mempunyai integritas, tanggung jawab, berbudi luhur, welas asih, egaliter, dan mampu bekerja sama.
Untuk mewujudkannya diperlukan beragam program nyata, sungguh-sungguh, penuh dedikasi, tanggung jawab, dan kecintaan akan nilai kemanusiaan. Program yang dilaksanakan bukan sekedar mengumbar slogan-slogan kebanggan akan kejayaan masa lalu.
Baca Juga: Belajar dari Rajawali Terbang Tinggi di Saat Badai
Perlu pemikiran yang mendalam dan menyeluruh dalam membuat program-program nyata tersebut, bagaimana mewujudkan masyarakat yang hormat dan mencintai Negara, mencintai budaya miliknya, membangun masyarakat yang berilmu pengetahuan dan teknologi tinggi tapi berbudi dan welas-asih, egaliter, dan mampu bekerjasama dengan siapa pun.
Program-program nyata ini harus dilaksanakan oleh sumberdaya manusia yang masagi, yang kompeten, dilaksanakan secara serempak dan berkelanjutan. Sebagai contoh: pada tahun 1950-1960-an, ketika masyarakat di Jawa Barat masih susah untuk mendapatkan pakaian baru, maka di sekolah-sekolah di Pameungpeuk, Garut Selatan, diajarkan nyanyian agar setiap anak berperilaku bersih, bersih badan, apik dan bersih merawat pakaian.
Artikel Terkait
Cari Naskah Kuno Indonesia, Main ke Pesantren
4 Prangko Seri Naskah Kuno Nusantara Diluncurkan