Jap Loen dan Kompleks Ikan Laut di Andir

- Jumat, 12 Mei 2023 | 18:14 WIB
Jap Loen (1874-1938), pengusaha dan pendiri kompleks ikan asin di Andir. Sumber: Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008).
Jap Loen (1874-1938), pengusaha dan pendiri kompleks ikan asin di Andir. Sumber: Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008).



Oleh ATEP KURNIA*

Hingga sekarang di sekitar Andir, Kota Bandung, terdapat nama-nama jalan yang diambil dari jenis-jenis ikan laut. Di antaranya Jalan Teri, Jalan Jambal, Jalan Pepetek, dan Jalan Kakap. Nama-nama jalan ini sudah digunakan sejak lama, sejak zaman penjajahan Belanda, atas inisiatif pengusaha Tionghoa, Jap Loen atau Yap Loen (1874-1938), untuk membangun kompleks yang disebut sebagai “zoutevisch-buurt van Yap Loen” (De Preanger-bode, 29 Juli 1922), “De Kaviaarbuurt” atau “Petak Jap Loen” (Bataviaasch Nieuwsblad, 1 Agustus 1922), atau “De Yap Loensche vischwijk” (De Preanger-bode, 29 November 1923).

Jap Loen mulai menggagasnya sejak 1917. Pada akhir tahun itu, Jap menyampaikan keinginannya untuk membangun kompleks sekitar 80-90 toko untuk niaga ikan (visch-negoties). Demi mewujudkannya, ia akan membangun jalan pribadi.

Pemerintah Kota Bandung saat itu sedang membangun terusan Jalan Kebon Jati di sekitar Pasar Andir, yang disebut Waringinweg (De Preanger-bode, 29 Desember 1917). Secara resmi, ia mengajukan pembangunan jalan kepada pemerintah Kota Bandung pada Mei 1918 (De Preanger-bode, 13 Mei 1918) dan dikabulkan dalam salah satu sesi sidang Dewan Kota Bandung (De Preanger-bode, 17 Mei 1918).

Setahun lebih kemudian, kompleks toko ikan milik Jap di Pasar Andir dibangun. Konon, akan ada 60 orang Tionghoa yang punya 20-25 toko ikan di sana dan diperkirakan harga sewanya antara 25-30 gulden per bulan (De Preanger-bode, 14 September 1919).

Namun, agaknya proses pembangunannya jadi berlarat-larat. Pada 1921, Dewan Kota Bandung antara lain membahas syarat-syarat khusus penerbitan kepemilikan properti di Pasar Andir, pembersihan lahan untuk pembangunan Pasar Andir oleh Jap Loen, Seng Tay, dan Gouw An Kim Tjeng (De Preanger-bode, 17 Maret 1921).

Syarat-syaratnya dikabulkan, dan sebagian lahan umum di Pasar Andir sudah digunakan. Dengan catatan, meliputi 1.732 meter persegi lahan yang diajukan oleh Jap di Desa Andir (De Preanger-bode, 24 Maret 1921). Permohonan Jap untuk membuat jalan di sebelah barat Pasar Andir juga dibahas Dewan Kota Bandung (De Preanger-bode, 1 Desember 1921).

Baca Juga: Dede Yusuf Sebut Kaum Milenial Harus Pede Ngomong Sunda: Asal Kreatif, Jangan Takut Salah!

Oleh karena itu, dalam De Preanger-bode edisi 20 Desember 1921 dikatakan pembangunan rumah-rumah toko di sekitar Pasar Andir oleh Jap yang juga dimaksudkan untuk menjual ikan asin (verkoop van zoutevisch), tidak akan selesai pada Maret 1922 sehingga ordonansi ikan asin (zoutevisch-verordening) akan diajukan wali kota Bandung pada 1 Mei 1923.

Selang sehari kemudian, dalam De Preanger-bode edisi 21 Desember 1922 diwartakan, Tjen Djin Tjiong, atas nama Jap, mengundang wali kota, anggota dan ketua dewan pada perayaan pembukaan kompleks Pasar Ikan Asin dalam sidang Dewan Kota Bandung pada 20 Desember 1922.

Perayaannya sendiri dilakukan Jum’at, 22 Desember 1922. Saat itu, hadir Asisten Residen Bandung Hardeman, Wali Kota Bandung B. Coops, perwakilan polisi, Van Galen Last, Lamers, Van den Dungen Gronovius, Smith, wedana, dll (De Preanger-bode, 23 Desember 1922). Hiburannya antara lain kembang api, wayang golek, gamelan, wayang cina, dan komedi stambul (Bataviaasch Nieuwsblad, 26 Desember 1922).

Namun, nama-nama jalan yang menggunakan jenis-jenis ikan laut baru dibahas oleh Dewan Kota Bandung pada 7 Mei 1923, karena ada usulan dari Jap Loen (De Preanger-bode, 8 Mei 1923). Demikianlah akhirnya di sekitar Pasar Andir muncul nama-nama jalan Japloen-straat, Japloen-plein, Teri-straat, Sepat-straat, Pepetek-straat, Djambal-straat, Gaboes-straat, Japloen-plein, dan Peda-straat. Di antara nama-nama jalan dan lapangan tersebut tidak semua berasal dari jenis ikan laut, karena ikan sepat dan gabus merupakan ikan air tawar.

Setelah Indonesia merdeka, semua nama jalan itu tidak mengalami perubahan, kecuali adanya penyesuaian istilah “straat” menjadi “djalan” dan “plein” menjadi “lapangan” (Perubahan Nama Djalan-djalan di Bandung, 1950). Sekarang, nama jalan-jalan itu menggunakan nama yang hampir semuanya sama, kecuali Djalan Jap Lun yang menjadi Jalan Kakap.

Baca Juga: Profil Sonya Fatmala, Istri Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan yang Disorot Usai Dilaporkan ke KPK

Pengusaha dan Anggota Dewan

Lalu, siapakah Jap Loen atau Yap Loen itu? Riwayat hidupnya dapat kita simak antara lain dari Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (1995: 235) karya Leo Suryadinata dan Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia (2008: 101) susunan Sam Setyautama dan ‎Suma Mihardja.

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Bioskop-bioskop di Bandung Zaman Dulu

Sabtu, 23 September 2023 | 10:01 WIB

29 Nama Bambu Abadi dalam Toponimi

Kamis, 21 September 2023 | 16:07 WIB

Wisata Gunungapi yang Berkelanjutan

Jumat, 15 September 2023 | 11:25 WIB
X