Pecinan, Kapitan Cina atau Kapitan Tionghoa

- Senin, 1 Mei 2023 | 14:05 WIB
Pecinan.
Pecinan.

Oleh Jeremy Huang Wijaya

DI SETIAP negara selalu ada namanya Pecinan. Apakah itu Pecinan? Pecinan adalah wilayah yang ditempati dan ditinggali orang orang Tionghoa atau Cina Perantauan di suatu daerah dalam suatu negara.

Pecinan pada dasarnya terbentuk karena dua faktor, yaitu faktor politik dan faktor sosial.

Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur (Wijkenstelsel).

Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan peraturan Wijkenstelsel tahun 1836. Ini lumrah dijumpai di Indonesia pada zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. Pada waktu-waktu tertentu, malah diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel) semisal di pecinan Batavia.

Dalam penjajahan kolonial Belanda, setiap kawasan Pecinan diangkat Kapitan Cina atau Kapitan Tionghoa merupakan gelar untuk para petinggi di kalangan Masyarakat Tionghoa di Asia oleh para Penjajah. Mereka diangkat sebagai penghubung antara pihak pemerintah kolonial dengan komunitas masyarakat yang menempati suatu wilayah tertentu. Diangkat berdasarkan kekayaannya dan mereka diharuskan setor sumbangan wajib kepada pemerintah Kolonial Penjajah.

Baca Juga: May Day di Bandung, Sebanyak 580 Polisi Siaga di Gedung Sate dan DPRD Jabar

Institusi Kapitan Cina di Hindia Belanda memiliki tiga pangkat, yaitu Majoor, Kapitein dan Luitenant der Chinezen--yang secara keseluruhan dipanggil Chinese Officieren atau Opsir Tionghoa. Keturunan para Opsir Tionghoa di Pulau Jawa mengemban gelar 'Sia' secara turun-temurun. Institusi Opsir Tionghoa di Batavia (sekarang Jakarta) memiliki kontinuitas terpanjang di Indonesia, dan bahkan di Asia Tenggara.

Pada tahun 1619, Kompeni Belanda menunjuk Souw Beng Kong, Kapitan Cina di Banten menjadi Kapitein der Chinezen perdana di Batavia. Jadi, Kekapitanan Betawi adalah penerus Kekapitanan Banten yang lebih tua lagi. Batavia juga menghasilkan kemungkinan satu-satunya Kapitan Cina perempuan di Asia, yaitu Nyai Bali yang ditunjuk oleh VOC pada tahun 1649.

Kekapitanan Betawi diangkat menjadi Kemayoran pada tahun 1837 dengan ditunjuknya Tan Eng Goan sebagai Majoor der Chinezen perdana di Batavia. Pemegang terakhir gelar ini adalah Khouw Kim An, Majoor der Chinezen, yang wafat pada tahun 1945 pada saat penjajahan Jepang. Setelah berakhirnya zaman penjajahan, pemerintah Indonesia menghapuskan pangkat-pangkat Opsir Tionghoa.

Tan Tjien Kie adalah kepala Perkampungan Cina di Cirebon yang memiliki gelar tertinggi yaitu mayor berkat jasa Tan Tjien Kie dalam membantu kegiatan sosial kemasyarakatan di Cirebon. Souw Beng Kong adalah orang Tionghoa yang pertama mendapat gelar Kapitan di Batavia tahun 1619. Gelar diberikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Baca Juga: Nantang! Pria Ini Ingin Buktikan Mitos di Pantai Selatan, Pakai Baju Hijau Berdiri Ngetes Ombak, Endingnya?

Kawasan Pecinan juga tercipta karena faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa.

Namun sebenarnya sifat eksklusif ada pada etnis dan bangsa apa pun, semisal adanya kampung Madras/India di Medan, Indonesia; kampung Arab di Fujian, Tiongkok atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Tiongkok. ***

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Relasi Sipil-Militer dan Demokratisasi di Indonesia

Rabu, 27 September 2023 | 11:56 WIB

Etika Berbahasa di Media Sosial

Selasa, 26 September 2023 | 12:01 WIB

Siapakah (Calon) Presiden yang Terbaik?

Minggu, 24 September 2023 | 18:21 WIB

Proyek KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung), untuk Siapa?

Jumat, 22 September 2023 | 17:47 WIB

Industriawan Militer Menjadi Penghambat Perdamaian!

Kamis, 21 September 2023 | 12:05 WIB

Generasi Z dan Pelaksanaan Profil Pelajar Pancasila

Minggu, 10 September 2023 | 17:49 WIB

Mengintip Bioskop Zaman Baheula di Bandung

Minggu, 10 September 2023 | 15:32 WIB

Mau Sampai Kapan Kita Bergantung pada TPA Sarimukti?

Kamis, 7 September 2023 | 16:16 WIB

Pemimpin Baru Menghadapi Situasi yang Tidak Nyaman

Rabu, 6 September 2023 | 11:27 WIB
X