Respek dalam Berkomunikasi

- Jumat, 24 Maret 2023 | 11:11 WIB
Terungkap alasan Guru Honorer menulis Komentar di Laman akun pribadi Instagram milik Ridwan Kamil hingga akhirnya dipecat (YouTube/TvOneNews)
Terungkap alasan Guru Honorer menulis Komentar di Laman akun pribadi Instagram milik Ridwan Kamil hingga akhirnya dipecat (YouTube/TvOneNews)

Oleh Encep Dulwahab*


KATA manéh sudah begitu familiar di masyarakat Sunda. Banyak yang menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di kalangan anak-anak, muda, maupun generasi orang tua. Belakangan, kata manéh mendadak viral gara-gara memiliki kekuatan yang sanggup mengakibatkan seorang guru dipecat. Banyak orang juga yang mencari tahu makna kata manéh.

Manéh merupakan kata ganti dalam bahasa Sunda yang maknanya sama dengan kata Anda, kamu, ente, antum, dan elu. Dalam kasus Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan seorang guru di Cirebon, masalahnya ada pada penempatan dan konteks komunikasi yang tidak pas, sehingga penggunaan kata manéh berbuntut panjang. Kalau kata manéh digunakan pada situasi dan kondisi yang tepat, tidak akan terjadi polemik.

Padahal anak-anak ketika bermain dengan sebanyanya kemudian menggunakan kata manéh akan biasa-biasa saja. Para remaja pun ketika berkumpul dengan teman seusianya, dan berbicara kepada temannya dengan kata manéh, maka tidak akan terjadi penuntutan. Hal yang sama juga para orang tua ketemu dengan sesamanya dalam sebuah acara informal, panggilannya pun menggunakan kata manéh, dan sah-sah saja.

Kejadian ini mengingatkan akan pentingnya pemahaman dan penggunaan bahasa ibu di masyarakat. Bahasa ibu di Indonesia cukup banyak. Tetapi, setiap tahunnya terus mengalami penurunan karena tersisihkan oleh bahasa asing, lahirnya bahasa baru, sementara penutur bahasa ibu semakin berkurang. Wajar saja kalau terjadi kesalahan dalam berbahasa lokal atau daerah.

Baca Juga: Benarkah Muntah Membatalkan Puasa? Berikut Hukum dan Kriteria Muntah yang Dapat Membuat Puasa Batal!

Di rumah, di sekolah, dan di lingkungan tempat kerja atau tempat tinggal sudah jarang ditemukan orang menggunakan bahasa ibunya, sebagai bahasa pengantar sehari-hari dalam berkomunikasi.

Di dalam bahasa ibu (bahasa Sunda) dikenal dengan adanya undak unduk bahasa. Undak unduk bahasa mengedepankan adab dan etika dalam berbahasa. Ada tatakrama yang harus dipakai ketika berkomunikasi. Bagaimana memberi penghargaan yang lebih pada orang yang lebih tua ketika berbahasa.

Ketika berkomunikasi dengan orang tua, akan berbeda dengan komunikasi dengan sebaya atau dengan usia yang berada di bawahnya. Oleh karenanya, orang tua akan tersinggung ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih bawah secara usia, dipanggil manéh, kamu, atau elu.

Akan berbeda kalau berkomunikasi dengan orang yang selevel atau seusia dan dipanggil manéh.

Di dalam bahasa Sunda kata manéh itu pada umumnya tidak pantas dialamatkan kepada orang yang lebih tua usianya, apalagi kalau orang yang diajak bicaranya itu ialah memiliki kedudukan dan posisi yang cukup terpandang.

Hal yang sama juga di Jakarta, kata elu itu pun tidak akan diterima dengan baik oleh orang tua, ketika berkomunikasi dengan anak di bawah, baik usia ataupun pengalamannya.

Baca Juga: Politisi PDI Perjuangan Tanggapi Video Tikus Berkepala Puan Maharani: Fitnah, Tidak Etis dan Melanggar Hukum!

Namun kembali kepada masing-masing para pelaku komunikasinya. Kalau memang orang yang ketika berkomunikasi dengan siapa pun begitu bebas, tanpa hierarki bahasa, maka sah-sah saja penggunaan maneh. Tidak sedikit pula orang yang tersinggung bahkan marah karena orang tersebut menginginkan dihormati, kemudian dipanggil maneh.

Bagaimanapun, tetap saja ketika berkomunikasi, harus bisa membaca situasi, memahami konteks komunikasi, dengan siapa berkomunikasi, sampai berusaha mendudukan orang yang diajak bicara itu lebih atau memberikan respek kepadanya. Pada prinsipnya menghargai orang lain dengan penggunaan istilah yang pantas dan proporsional.

Di era seperti sekarang, sepertinya tidak ada batasan dan filter dalam berkomunikasi. Kebebasan berekspresi dalam berkomunikasi ikut mendorong terhadap pelanggaran-pelanggaran adab dan etika berkomunikasi. Sopan santun dalam berkomunikasi sudah menjadi barang yang mahal.

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

SPIRIT IQRA

Rabu, 31 Mei 2023 | 11:54 WIB

Coldplay Bekukan Akal Sehat

Rabu, 31 Mei 2023 | 11:19 WIB

Manfaat Memandang Sesuatu Itu Secara Baik

Senin, 29 Mei 2023 | 11:02 WIB

Capgome di Bandung Tahun 1897-1938

Senin, 29 Mei 2023 | 10:46 WIB

Upaya Perbaikan Data Pertanian

Sabtu, 27 Mei 2023 | 16:15 WIB

Daging Lab, Apakah Aman Dikonsumsi?

Rabu, 24 Mei 2023 | 11:05 WIB

Adanya UU ITE: Membantu atau Mengancam?

Selasa, 23 Mei 2023 | 08:50 WIB
X