Menebar Dharma Agama dan Negara

- Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB
Hari Raya Nyepi atau hari raya umat Hindu akan dirayakan besok, Rabu, 3 Maret 2022. Terdapat 4 runtutan prosesi pada perayaan ini. (Freepik)
Hari Raya Nyepi atau hari raya umat Hindu akan dirayakan besok, Rabu, 3 Maret 2022. Terdapat 4 runtutan prosesi pada perayaan ini. (Freepik)

Oleh IBN GHIFARIE*

SEJATINYA kehadiran Hari Raya Nyepi (1945 Saka) yang jatuh pada 22 Maret 2023 tidak hanya merayakan melasti (pertobatan); tawur (mengembalikan keseimbangan alam, manusia); catur brata Nyepi: empat ritual puasa; amati geni (tidak menyalakan api); amati karya (tidak melakukan pekerjaan sehari-hari); amati lelungaan (tidak bepergian); amati lelanguan (tidak menghibur diri), tetapi menjadi momentum yang tepat untuk memberikan semangat kepada kita agar membela negara, bangsa dan memperkokoh keutuhan NKRI.

Caranya dengan melakukan kontemplasi, introspeksi diri tentang tata laku baik, terus meningkatkan kualitas diri, tidak mengkampanyekan politik identitas di rumah ibadah, menebar dharma agama dan dharma negara guna menciptakan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, sesama anak bangsa, dan alam semesta.

Sikap Berdharma

Mengingat perayaan Hari Suci Nyepi Nasional 2023 bertajuk "Melalui Dharma Agama dan Dharma Negara Kita Sukseskan Pesta Demokrasi Indonesia". Pasalnya, umat Hindu menyakini untuk meraih tujuan mulia dalam berpolitik perlu mempelajari, memiliki sikap dharma agama dan dharma negara.

Dr. I Made Titib, pakar Weda menjelaskan dharma agama adalah hukum, tugas hak dan kewajiban setiap orang untuk tunduk dan patuh melaksanakan ajaran agama. Sedangkan dhrama negara adalah hukum, tugas, hak dan kewajiban setiap orang untuk tunduk dan patuh kepada negara, termasuk dalam pengertian yang seluas-luasnya.

Baca Juga: Foto Alshad Ahmad Hilang dari IG Orang Tua Tiara Andini, Pertanda Hubungan Sudah Kandas?

Ini termaktub dalam kitab suci Atharwa Weda, Reg Weda dan Yajur Weda. Hampir semuanya mecantumkan bait-bait kata yang menjadi sumber-sumber dari dharma agama dan dharma negara.

Dharma negara lah yang sering diidentikkan dengan kehidupan berpolitik sebagai kewajiban setiap umat Hindu untuk mencapai kesejahteraan bersama, seperti dalam Atharwa Weda sloka 12: 'Vayam tubhyam balihrtam syama' (ikhlas mengorbankan jiwa untuk kemuliaan bangsa dan negara); Kitab Atharwa Weda sloka 7: 'Idam Rastram piprhi saubhagaya' (Oh pemimpin bekerjalah untuk kesejahteraan bangsa dan negaramu); Yajur Weda sloka 13: 'Visi rastre jagrhi rohitasya' (Oh pemimpin hendaknya selalu waspada untuk melindungi warga negara dan bangsamu).

Dalam Kitab Nitisastra, Wakil Ketua II PHDI Bali versi Campuhan IGA Widiana Kepakisan, menjelaskan tentang persyaratan seorang pemimpin, hendaknya memiliki delapan sifat alam yang dikenal dengan Asta Brata. Seorang pemimpin (elite politik, pejabat) harus paham dan memiliki sifat-sifat Asta Brata ini.

Ingat, keberhasilan di bidang politik erat kaitannya dengan persoalan pemahaman terhadap nilai agama. Pemimpin besar India, tokoh nasionalisme di Asia Mahatma Gandhi merupakan contoh bagaimana pemahaman yang tinggi terhadap ajaran agama Hindu menjadikan perjuangan rakyat India melalui gerakan antikekerasan (ahimsa) berhasil membebaskan diri dari penjajahan Inggris. (Bali Post, 9 Oktober 2002).

Bagi I Ketut Wiana, dalam masyarakat Hindu usaha membangun kehidupan bersama untuk suatu wilayah negara ini disebut dharma negara. Dharma negara merupakan suatu kewajiban hidup yang wajib dilakukan dalam kehidupan bernegara. Ada kewajiban warga negara, kewajiban lembaga negara dan ada kewajiban mereka yang duduk dalam lembaga negara tersebut. Bentuk dan fungsi masing-masing kewajiban dalam kehidupan bernegara itu berbeda-beda, namun perbedaan saling melengkapi. (Bali Post, 12 Juli 2009).

Baca Juga: 10 Jurusan Kuliah Paling Disesali oleh Lulusannya Menurut Survey ZipRecruiter, Nomor 1 Hampir 90 Persen Nyesel

Piagam Campuran

Dalam pandangan Putu Setia ihwal dharma agama dan negara ini tak bisa dilepaskan dari Piagam Campuran. Pertemuan 11 sulinggih (pendeta, ulama) dan 22 welaka (pemikir, cendekiawan) yang berlangsung di Campuran, Ubud, pada tanggal 17-23 November 1961 yang menghasilkan perluasan sebutan agama Hindu Bali menjadi Hindu dan Majelis Agama Hindu pun berubah menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia sampai sekarang.

Dari pertemuan ini lahirlah rumusan dua hal mendasar; bagaimana umat Hindu melaksanakan kewajibannya menjalankan ajaran agama dan bagaimana pula kewajiban umat Hindu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua rumusan ini dikenal dengan sebutan dharma agama dan dharma negara.

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

SPIRIT IQRA

Rabu, 31 Mei 2023 | 11:54 WIB

Coldplay Bekukan Akal Sehat

Rabu, 31 Mei 2023 | 11:19 WIB

Manfaat Memandang Sesuatu Itu Secara Baik

Senin, 29 Mei 2023 | 11:02 WIB

Capgome di Bandung Tahun 1897-1938

Senin, 29 Mei 2023 | 10:46 WIB

Upaya Perbaikan Data Pertanian

Sabtu, 27 Mei 2023 | 16:15 WIB

Daging Lab, Apakah Aman Dikonsumsi?

Rabu, 24 Mei 2023 | 11:05 WIB

Adanya UU ITE: Membantu atau Mengancam?

Selasa, 23 Mei 2023 | 08:50 WIB
X