Oleh ATEP KURNIA*
SABTU MALAM, 22 April 1882, di pendopo Kabupaten Bandung, Haylong dilantik oleh asisten residen Priangan di hadapan asisten residen Bandung, Bupati Bandung, para opsir, dan banyak pemuka Bandung yang hadir pada acara tersebut.
Setelah membacakan surat keputusan pelantikan, residen berpidato, dan disambut oleh sang tituler baru dengan kehangatan. Sang tituler antara lain menyatakan bangsa Tionghoa akan memerintah bangsanya sesuai dengan keinginan pemerintah.
Keterangan di atas saya temukan dalam laporan kontributor Bataviaasch Handelsblad pada edisi 5 Mei 1882. Kontributor tersebut mengungkap acara pelantikan letnan Tionghoa kedua di Bandung, yaitu Tan Haij Long. Pada awal laporannya, kontributor menyatakan orang Tionghoa di Bandung sangat gembira bahwa pemerintah menyetujui pengangkatan pengusaha kaya (“rijke handelaar”) Haylong sebagai letnan Tionghoa menggantikan almarhum Oeij Boen Hoen.
Acara pengangkatan letnan tituler baru itu (“De installatie van den nieuwen titulairs”) dimulai dengan makan malam yang dihaturkan Tan beserta mitra-mitranya, para tuan tanah dan para pemuka Tionghoa dari Batavia dan Bogor, dan dihadiri lebih dari seratus orang yang mengisi meja-meja yang tersedia.
Rumah sang letnan dihiasi dan terang benderang. Tidak lupa, ia melibatkan bangsa bumiputra, dengan mengundang rombongan penari tandak, untuk menari sepanjang acara berlangsung.
Pesta lain diselenggarakan sehari setelah pelantikan oleh residen Priangan. Pada malam 23 April 1882, di Societeit Concordia letnan baru itu menyelenggarakan dansa-dansi, dengan mengundang para penduduk Eropa. Demi acara tersebut, aula societeit dihiasi dan diupayakan semegah mungkin. Pengiring musiknya adalah Italiaansch Terzetto.
Acaranya sendiri berlangsung hingga subuh. Orang Belanda yang diberi inisial Tuan C bahkan berpakaian secara Tionghoa, lengkap dengan kuncir yang tidak pernah lepas di pundaknya. Kata penulis laporan, pesta-pesta itu membawa kegembiraan kepada ke kota yang hening itu.
Bila membaca Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie 1883, Tweede Gedeelte (1882: 141) perayaan pelantikan itu terjadi sebulan lebih setelah Tan ditetapkan sebagai Luitenant der Chinezen Bandung, pada 2 Maret 1882. Dan berita singkatnya antara lain diumumkan oleh Java-bode edisi 4 Maret 1882 dan De Locomotief edisi 6 Maret 1882. Di dua koran tersebut disebutkan untuk pengurus opsir Timur Asing, Tan Haij Long, saudagar, diangkat menjadi letnan Tionghoa di Bandung.
Sementara para pemuka yang hadir pada pesta-pesta itu, menurut almanak tersebut antara lain J.M. Van Vleuten sebagai residen Priangan, J. J. Bisschoff (asisten residen Bandung), Raden Toemenggoeng Koesoema di Laga (bupati Bandung), Raden Demang Wira di Koesoema (patih Bandung), L.J. Ch. van Es (Fd. Rooimeester merangkap Brandspuitmeester), A.D.J. Groenemeijer (Algemeen brandspuitmeester) dan lain-lain.
Totok dari Guangdong
Siapakah Tan Haij Long? Asal-usulnya antara lain saya temukan dari Devisanthi Tunas (The Chinese Settlement of Bandung at the Turn of the 20th Century, 2007: 41-42) dan Sugiri Kustedja (Klenteng Xie Tian Gong [Hiap Thian Kiong, Vihara Satya Budhi] dan Tiga Luitenant Tionghoa di Bandung, 2017: 254-261). Sedikit tambahan ada pada Ali Rauf Baswedan (Surat-surat Tan Joen Liong Kapiten Tionghoa Bandung, Merajut Relasi Bisnis: Kumpulan Surat-surat tahun 1900-1903, 2017: 2, 4).
Menurut Devisanthi, berdasarkan keterangan dari Alexandra Wuisan dan Gilbert F. Tanudirdja, Tan Haij Long atau Chen Hailong atau Chen Haishe, berasal dari desa kecil bernama Chailing di Provinsi Guangdong. Ia dikenal sebagai salah seorang di antara 85 orang penyumbang pembangunan klenteng pertama di Bandung, Xietian Gong atau Hiap Thian Kiong dan antara lain berputrakan Tan Joen Liong atau Chen Yunlong, letnan Tionghoa ketiga Bandung.
Sugiri lebih rinci menerangkan asal-usul Tan Haij Long. Konon, dalam keluarganya ia dikenal sebagai Tan Haij Hap (Chen Hai She) dan tertulis oleh Belanda sebagai Tan Haij Long (Chen Hai Lang). Ia berasal dari Kabupaten Jiaoling, Provinsi Guangdong, Tiongkok, dan termasuk suku Hakka.
Sebagaimana umumnya di Hindia, bila saya simpulkan, Sugiri mau mengatakan pada mulanya opsir Tionghoa berasal dari kalangan peranakan. Namun, setelah tahun 1870-an atau setelah terjadinya Reformasi Agraria di Hindia dan pembukaan Priangan bagi kalangan Timur Asing, banyak berdatangan imigran Tionghoa baru dari suku Hakka, Kantonis, Konghu, dan Hokkian baru (totok). Dengan demikian, Tan Haij Long adalah seorang totok, karena baru datang dari Tiongkok.
Di sisi lain, pemerintah kolonial mulai memberi kesempatan kepada Tionghoa totok dari suku Hakka untuk duduk dalam dewan perwakilan Tionghoa yang umumnya peranakan. Mona Lohanda (The Kapitan Cina of Batavia, 1837-1942, 2001: 91) menyatakan hal tersebut saat tanggal 22 Desember 1878 terbit besluit No. 19. Perubahan kebijakan ini, kata Sugiri, agaknya juga mempengaruhi kebijakan di Priangan, termasuk di Bandung kala memilih letnan Tionghoa totok dibandingkan menerima usulan agar mengangkat Oeij Boen Hoei, putra mendiang letnan Tionghoa pertama di Bandung, Oeij Boen Hoen.
Tambahan data lainnya saya peroleh dari Geni.com. Di situ data dari Andy Balnadi Kartantya (diperbaharui terakhir pada 31 Oktober 2021). Tan Haij Long disebut kemungkinan lahir antara 1794-1854. Ia pernah menikah dua kali, salah satunya dengan Tjoen Sie Moy, dan mempunyai empat orang anak. Satu di antaranya Tan Joen Liong, letnan Tionghoa Bandung tahun 1888-1917. Selain itu, Andy menyertakan lukisan dan beberapa dokumen terkait Tan Haij Long.
Membangun Gedung Braga
Memang salah satu pertimbangan pengangkatan letnan Tionghoa adalah soal kekayaan. Tan Haij Long pun demikian. Saat diangkat dia dibilang sebagai “rijke handelaar” atau pengusaha kaya di Bandung. Lalu, apa sebenarnya usaha Tan?
Artikel Terkait
Dulu Bandar Judi, Intip Profil Dai Keturunan Tionghoa Ustaz Dennis Lim
Letnan Tionghoa di Bandung Sejak 2 Maret 1881
Oeij Boen Hoen: Letnan Tionghoa Pertama Bandung