Harmoko Si Bung Anti Hati yang Luka: Catatan dari Buku Autobiografi Harmoko

- Rabu, 15 Maret 2023 | 12:40 WIB
Harmoko saat acara Temu Ilmiah Mahasiswa Komunikasi Indonesia, di Savoy Homann 1991. (Amar Faisal)
Harmoko saat acara Temu Ilmiah Mahasiswa Komunikasi Indonesia, di Savoy Homann 1991. (Amar Faisal)

Oleh Amar Faisal*

PETANG di Hotel Savoy Homann, Bandung 1991. Seorang mahasiswa berdiri. Ia memperkenalkan diri seusai Menteri Penerangan Harmoko menyampaikan pidato dalam forum Temu Ilmiah Mahasiswa Komunikasi se Indonesia (TIMKI).

“Saya Yudi Latif, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Univeristas Padjadjaran. Ilmu Penerangan jurusan saya. Menjadi Menteri Penerangan adalah cita-cita saya."

Yudi Latif termasuk mahasiswa yang kritis. Pengantar respons atas pidato Menteri Harmoko di acara itu memberi isyarat kritik yang kuat. Departemen Penerangan jangan hanya jadi corong kepentingan politik. Menterinya kalau perlu diganti. Dan ia bercita-cita menjadi menteri penerangan, menggantikannya.

Toh, akhirnya Harmoko menjadi Menteri Penerangan terlama dalam sejarah, tiga periode, dan terus berada di pusat kekuasaan.

Baca Juga: Kenampakan Awan Panas Gunung Merapi 14 Maret 2023, Jarak Luncurnya Sampai 1600 Meter!

Cita-cita Yudi Latif menjadi menteri penerangan tidak terwujud meskipun ia sempat menduduki jabatan setingkat menteri, yaitu: Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Tetapi, Departemen Penerangan keburu dibubarkan.

Tahun-tahun itu, Harmoko adalah orang penting dengan posisi yang menonjol. Nyaris tidak ada hari tanpa wajahnya di televisi dengan ungkapan khasnya, “Menurut petunjuk Bapak Presiden."

Harmoko tetap berada di pusat kekuasaan. Menjadi orang sipil pertama yang menjabat Ketua Umum Golkar. Menduduki Ketua DPR/MPR dan mencalonkan kembali Presiden Soeharto untuk periode 1998-2003. Dua bulan kemudian ia memintanya untuk mundur.

Ini dianggap menjadi dosa politik terbesarnya. Sampai meninggalnya (2008) mantan Presiden Soeharto tidak bersedia ditemuinya. Kolega politiknya di Golkar, Tadjus Sobirin, menyebutnya sebagai Brutus.

Brutus adalah tokoh yang bersekongkol dengan senator dalam pembunuhan Penguasa Romawi, Julius Caesar. Caesar diundang untuk hadir dalam sidang senator. Di tempat itu ia ditikam berkali-kali. Kisah tentang pengkhiatanan.

Melalui autobiografinya: Bersama Rakyat ke Gerbang Reformasi (649 halaman), Harmoko menyodorkan versinya seputar akhir masa Orde Baru, termasuk soal Brutus itu, “Semua itu tidak benar."

Baca Juga: Pencairan THR dan Gaji Ke 13 PNS Dipercepat? Cek Rincian dan Besarannya di Sini!

Bahwa permintaan kepada Presiden Soeharto untuk mundur pada Mei 1998 adalah sebuah keniscayaan. Situasi yang tidak terhindarkan. Keputusan menentukan harus diambil dalam situasi sangat mendesak (hlm. 482).

Halaman:

Editor: Dudung Ridwan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menebar Dharma Agama dan Negara

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:43 WIB

Pemborong Bangunan Tan Haij Long

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:20 WIB

Rumitnya Nama Anak-Anak Zaman Sekarang

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:40 WIB

Bahagia Menyambut Bulan Ramadhan

Selasa, 21 Maret 2023 | 12:00 WIB

Media Sosial dan Identitas Diri

Senin, 20 Maret 2023 | 09:24 WIB

Situ Lembang Danau Kaldera Gunung Sunda

Jumat, 17 Maret 2023 | 13:50 WIB

Bahagiakan Dirimu dengan Membahagiakan Orang Lain

Kamis, 16 Maret 2023 | 14:55 WIB

Demi Sebuah Konten, Agama pun Digadaikan

Senin, 13 Maret 2023 | 15:32 WIB

Dalam Berumah Tangga, Hati-Hati Tipu Daya 'Dasim'

Minggu, 12 Maret 2023 | 12:30 WIB
X