Oleh T Bachtiar*
APAKAH betul Ranca Upas itu ranca, rawa, atau lahanbasah? Apa buktinya? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya membuka peta-peta topografi, di antaranya peta topografi Lembar Tjangkoewang (Cangkuang), peta topografi Lembar Tjisaroewa (Cisarua), yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau di Batavia pada tahun 1886.
Dalam peta topografi Lembar Tjangkoewang, jelas digambarkan, di kawasan itu terdapat setidaknya tiga ranca, yaitu: Ranca Upas, Ranca Walini, Ranca Bali, dan di sebelah barat Ranca Walini dan Ranca Bali, terdapat Ranca Cangkuang, Ranca Suni, namun tidak terlacak lokasi rawanya.
Secara kasar, ketiga ranca itu saya ukur luasnya, agar mendapatkan gambaran lebih jelas. Ranca Upas yang terdapat dalam peta tahun 1886 itu luasnya kurang-lebih 390 m2, Ranca Walini luasnya kurang-lebih 530 m2, dan Ranca Bali luasnya kurang-lebih 30 m2.
Dalam Peta Topografi Lembar Tjiwidei (Ciwidey) yang dibuat oleh Topographisch Bureau Hindia Belanda tahun 1925, kemudian dicetak ulang oleh Army Map Service Washington D.C. tahun 1943 (Peta: KITLV Heritage Collection), masih digambarkan adanya dua ranca, yaitu Ranca Upas dan Ranca Walini. Sedangkan Ranca Bali sudah tidak digambarkan lagi ranca-nya, demikian juga Ranca Cangkuang dan Ranca Suni. Dalam peta ini, luas Ranca Upas dan Ranca Walini tidak mengalami perubahan.
Baca Juga: Pesan Karen Armstrong dan para Puun
Tentang ranca di pegunungan sudah terjawab, dan buktinya masih ada, berupa peta-peta yang terawat dengan baik.
Ranca Upas, terdiri dari dua kata, ranca dan upas. Ranca sama maknanya dengan rawa, lahanbasah. Sedangkan upas, bisa berarti racun. Seperti halnya Kawah Upas di Kompleks Gunung Tangkubanparahu. Kawah yang meniupkan gas lemas yang mematikan. Jadi Ranca Upas itu dapat diartikan sebagai ranca, rawa, lahanbasah, yang berada di ketinggian 1.740 m dpl.
Pada masa lalu, mungkin ada lubang yang meniupkan gas gunungapi yang mengadung gas lemas. Sumbernya dari Gunungapi Patuha. Mataair di Ranca Upas berupa mataair panas. Ini mencirikan adanya keterhubungan kawasan itu dengan Gunung Patuha.
Kegiatan Gunung Patuha bergerak dari selatan ke utara. Dimulai dari pembentukan Gunung Patuha Tua (2.384 m dpl), disusul dengan pembentukan Gunung Patuha (2.434 m dpl) dengan Kawah Tamansaat atau Kawah Kaler. Oleh para peneliti, kedua kerucut ini, Gunung Patuha tua dan Gunung Patuha, sering disebut sebagai kawah kembar. Kegiatan kegunungapiannya diakhiri dengan pembentukan Kawah Putih (2.194 m dpl).
Baca Juga: Grup Kpop Wang Yibo dan Cho Seungyoun UNIQ Akhirnya Reuni, Ada Member yang Lamaran!
Gunung Patuha termasuk gunungapi strato tipe B. Banyak tanda yang mencirikan bahwa gunung ini pernah meletus, seperti adanya kawah solfatar dan fumarol. Selain dua kawah itu, terdapat juga kawah dari hasil letusan samping, seperti letusan samping dari Gunung Patuha Tua adalah Kawah Tiis, kini sudah menjadi lahan kebun, dan namanya berganti menjadi Legoktiis dan Kawah Ciwidey. Kawah Cibodas merupakan hasil dari letusan samping Gunung Patuha.
Ranca Upas terbentuk karena ada cekungan di antara gunung-gunung. Sehingga Ranca Upas dilingkungi gunung-gunung. Di selatan ada Gunung Patuha, di utara ada rangkaian gunung, mulai dari Pasir Tikukur sampai Pasir Cadaspanjang.
Karena cekungan itu berada di antara gunung, maka air meteorik yang tercurah di lereng-lereng gunung yang hutannya masih terjaga akan masuk ke cekungan itu. Air yang berasal dari lereng gunung di sebelah selatan, demikian juga air meteorik yang tercurah di lereng bukit yang tertutup hutanhujan tropis lebat di sebelah utara, semua alirannya akan masuk ke dalam cekungan, kemudian menjadi lahan basah, menjadi ranca, itulah Ranca Upas.
Bila mengacu pada peta-peta yang terbit pada tahun 1886, 1925, dan tahun 1943, keberadaan Ranca Upas dan Ranca Walini masih tetap terjaga dengan luas yang sama. Ini dapat memberikan jawaban, bahwa lingkungan hutanhujan tropis di sekeliling ranca itu masih terjaga dengan baik.
Pada zaman kolonial, walaupun penjajah, mereka tidak membuka lereng-lereng gunung menjadi kawasan perkebunan teh dan perkebunan kina. Mereka hanya memanfaatkan pedataran dan hamparan perbukitan rendah yang dijadikannya perkebunan teh yang indah. 16 tahun belakangan ini, ketika hutanhujan tropis milik Negara beralih fungsi, begitu pun akhir-akhir ini lanskap perkebunan teh dan perkebunan kina telah berganti menjadi kebun sayur dan destinasi wisata yang merusak kemegahan ronabuminya.
Sebaliknya, dengan adanya pertanyaan, apakah betul Ranca Upas itu ranca atau rawa? Mungkin pertanyaan itu lahir karena ia telah melihat keadaan lingkungan Ranca Upas saat ini. Hukum alam itu memang nyata adanya. Alam tidak pernah berpura-pura. Karenanya bila lingkungan di sekeliling Ranca Upas itu rusak, sebagian hutannya sudah beralih fungsi, maka yang semula berupa daerah tangkapan hujan yang berfungsi sebagai tempat pengisian ulang air permukaan dan air tanah, maka mataairnya pun akan terus mengecil, bahkan menghilang.
Semuanya itu akan berdampak pada pasokan air ke ranca-ranca: Ranca Upas, Ranca Walini, Ranca Bali, dan ranca yang lainnya akan terus menyusut, akan terus berkurang, bahkan mengering, sehingga ranca-nya jadi hilang.*
*T Bachtiar, Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.
Artikel Terkait
Dewan Daerah Walhi Pertanyakan Izin Motocross di Hutan Lindung Ranca Upas: Pakai Dasar Apa?
Bunga Edelweis Ranca Upas Rusak Ulah Gerombolan Trail, Apa Manfaat dan Keuntungan Ekonominya?
Bunga Rawa Ranca Upas Kembali Ditanam, Warganet: Kalau Gak Diviralkan Pasti Tidak Ada Respon