NGAMPRAH, AYOBANDUNG.COM -- Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Dinas ESDM) Provinsi Jawa Barat meminta Pemda Bandung Barat ikut terjun aktif mengawasi aktivitas tambang kapur di pegunungan Sanghyang.
Hal tersebut menyusul adanya aduan masyarakat terkait penurunan 5 debit mata air akibat aktivitas tambang PT Multi Marmer Alam/Akarna Marindo di kawasan Gunung Guha, Indoraya/Sanghyang Mineral di Gujung Sanghyang Lawang, serta Pumarin dan Indoprima/ PT Citatah di kaki Gunung Cibalukbuk.
"Kita ingin kolaborasi bersama seluruh kabupaten/kota untuk ikut mengawasi tambang. Kita buat SOP-nya, supaya sebenarnya mereka itu bisa terjun lebih dulu untuk menindak tambang, apalagi yang berkaitan dugaan pelanggaran tata ruang dan lingkungan, termasuk di Sanghyang," kata Kepala Dinas ESDM Jawa Barat Ai Saadiyah Dwidaningsih, Jumat 26 Agustus 2022.
Dinas ESDM Jabar mengakui punya keterbatasan untuk melakukan pengawasan baik dari sumber daya manusia maupun pengetahuan tentang mana tambang berizin dan belum berizin.
Kehadiran pemerintah daerah untuk ikut mengawasi tambang sangat membantu karena paling dekat dan tahu kondisi di lapangan. Termasuk jadi pendengar pertama apabila ada keluhan dari masyarakat.
"Pemerintah daerah sebenarnya bisa terjun langsung. Jadi gak perlu nunggu kami. Misalnya, kalau ada aduan dampak lingkungan, DLH bisa ikut mengecek juga," jelas Ai.
Baca Juga: Pemprov Jabar Tindaklanjuti Keluhan Kekeringan Akibat Tambang di Gunung Sanghyang KBB
Terkait aduan kekeringan, ESDM berjanji segera turun ke lapangan untuk mengecek kondisi aktivitas tambang di Pegunungan Sanghyang. Tak cuma di situ, ESDM Jabar bakal meninjau ulang seluruh kegiatan tambang di Kecamatan Padalarang dan Cipatat supaya solusi yang diambil bisa komprehensif dan semua kegiatan tambang memenuhi Good Mining Practice.
"Kita akan lakukan validasi di lapangan mana berizin dan tidak berizin, apakah ada pelanggaran atau tidak. Atau justru sudah sesuai dengan RTRW. Kita akan potret secara lengkap kondisinya agar penanganannya lengkap," terang Ai.

Sebelumnya, warga Desa Ciptaharja Kecamatan Cipatat menilai masifnya tambang di perbukitan Gunung Sanghyang meliputi Leuweng Hideung, Gunung Guha, Gunung Balukbuk, serta Pasir Batununggal membuat mata air dan debit sungai dari tahun ke tahun terus menurun.
Padahal mata air dan sungai yang berhulu di Gunung Sanghyang ini dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum serta sektor pertanian oleh ratusan warga di Desa Cipatat dan Desa Ciptaharja.
"Memang tiap tahun debit air sungai dan mata air terus merosot. Saya tidak bisa banyangkan bagaimana 10 tahun ke depan kondisinya, kalau tambang terus masif di puncak gunung," jelas Jeje (50) salah petani di Kampung Sirnagalih, Desa Ciptaharja.
Baca Juga: Karena Ada Potensi Tambang Tembaga, Suku Naga Terancam
Artikel Terkait
Ditolak Warga, Proyek TPST di Bandung Barat yang Didanai Bank Dunia Resmi Ditunda
Cacar Monyet Belum Masuk Bandung Barat, Warga Tetap Harus Waspada
Bukan Overdosis, Polisi Klaim Pria Tewas dengan Mulut Berbusa di Cipatat akibat Epilepsi
Buruh Bandung Barat Kepung Kantor Pemda, Tuntut Hengky Realisasikan Janji Politik
Buruh Bandung Barat Tolak Rencana Kenaikan BBM Solar dan Pertalite
Bandung Barat Bebas Wabah PMK, Ribuan Ternak yang Terpapar Kini Sembuh
Proyek TPST di KBB yang Didanai Bank Dunia Resmi Ditunda, Warga Sebut Itu Keputusan Bijak
Hengky Kurniawan Dinilai Ingkar Janji, Buruh KBB Tak Mau Beri Dukungan Politik Lagi
Pemprov Jabar Tindaklanjuti Keluhan Kekeringan Akibat Tambang di Gunung Sanghyang KBB
Siap Maju di Pilgub Jabar, Iwan Bule Belum Pikirkan Perahu Politik