cerita pendek Luhur Satya Pambudi
Aku belum lupa cara berbahagia/
Dompet boleh padam/
Rezeki tetap menyala
BEGITU kata Joko Pinurbo dalam salah satu puisinya di buku Surat Kopi. Kalimat dalam puisi tersebut seakan mewakili suara hati saya, terutama di masa pandemi ini. Biarpun isi kantong kian menipis dan saldo minimal tetap tegar bertakhta di rekening tabungan teramung, tapi nyatanya saya masih bisa makan minum sewajarnya, berselancar di dunia maya, dan bercengkrama bersama saudara yang serumah dengan saya.
Tetap bisa bersukacita, kendati tidak bisa ke mana-mana atau membeli apa-apa, kecuali keperluan minimal sehari-hari, seperti sabun, odol, mie instan, dan kopi saset yang dibeli di warung tetangga. Syukurlah, saya juga masih sehat walafiat dan selama ini memang cukup betah tinggal di rumah.
“Anda kehilangan apa saja sejak virus korona menyerang Indonesia?”
“Saya kehilangan pekerjaan, yang otomatis tidak mendapatkan penghasilan tetap bulanan. Pihak manajemen tempat kerja kami berprasangka baik, menganggap saya dan teman-teman adalah orang yang memiliki tabungan yang cukup atau penghasilan lainnya, sehingga tiada sedikit pun bantuan diberikan untuk kami,” jawab saya sekiranya ada yang menanyakan hal itu.
Baca Juga: Mata Air Ditemukan Dekat Makam Eril, Ridwan Kamil: Masya Allah, Akan Dimanfaatkan untuk Ini
“Meskipun demikian, apakah ada hal yang Anda dapatkan di masa pandemi ini?”
“Ya, ternyata saya bisa mendapatkan teman-teman baru.”
Mereka justru saya jumpai di dunia nyata, bukan di dunia maya yang kini melalui gawai menjadi kebutuhan hidup yang tak terelakkan pada masa tidak normal ini. Saya berkesempatan mengenal orang-orang baru, tepatnya sejak di kampung saya diadakan Ronda malam tingkat RW.
Pandemi menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan cukup wajar sekiranya tingkat kriminalitas berangsur-angsur meningkat. Ronda malam menjadi sesuatu yang mutlak diaktifkan kembali. Setiap ujung gang di seluruh penjuru kampung kami kini dipasangi palang yang saban malam ditutup dan dikunci pada jam tertentu hingga pagi tiba.
Saya yang mendapat giliran bertugas pada hari Selasa menyambut baik adanya Ronda karena saya jadi punya kesempatan keluar rumah serta bertemu orang-orang selain saudara serumah. Di situlah saya bisa memahami lebih baik siapa dan bagaimana tetangga saya sesungguhnya.
Ada Mas Diman, tetangga satu RT yang sudah saya kenal sebelumnya, bahkan sejak saya masih bocah, tapi kami belum pernah berbincang akrab. Dalam beberapa kali kami bercengkrama bersama, ia bercerita tentang majikannya yang sudah lama tutup usia.
Artikel Terkait
Cerita Pendek: GROOTE POST WEG 17
Cerita Pendek: PEREMPUAN YANG INGIN MENYULAM BIBIRNYA
Cerita Pendek: YANG SEMPURNA ADALAH YANG TIDAK SEMPURNA
Cerita Pendek: PEREMPUAN BERPAYUNG BIRU