Sejarah Pecinan di Bandung: Romansa Tionghoa dengan Pribumi dan Permusuhan dengan Eropa

- Jumat, 3 Desember 2021 | 23:48 WIB
Bicara soal sejarah Pecinan di Bandung akan sering terkait ihwal romansa orang Tionghoa dengan Pribumi dan permusuhannya dengan orang Eropa. (Instagram/Chinatown Bandung Official)
Bicara soal sejarah Pecinan di Bandung akan sering terkait ihwal romansa orang Tionghoa dengan Pribumi dan permusuhannya dengan orang Eropa. (Instagram/Chinatown Bandung Official)

Bicara soal sejarah Pecinan di Bandung akan sering terkait ihwal romansa orang Tionghoa dengan Pribumi dan permusuhannya dengan orang Eropa.

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM — Meskipun sebenarnya orang Tionghoa di Asia Tenggara sudah menetap sejak lama, namun struktur masyarakat mereka baru berkembang setelah kedatangan kolonialis Belanda.

Orang Tionghoa yang hijrah ke Asia Tenggara, terbagi dalam beberapa kelompok. Terkhusus di Indonesia, setidaknya ada dua kelompok besar.

Mengenai pembahasan ini, Tanti Restiasih Skober menjabarkan latar belakang paling mendasar soal orang Tionghoa di Indonesia.

"Konteksnya, siapa sih atau orang Tionghoa seperti apa yang datang ke Nusantara? Para imigran Tionghoa yang datang ke Nusantara itu, mulai abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19, berasal dari suku bangsa Hokkian. Mereka berasal Provinsi Fukien bagian selatan, dan daerah tersebut dalam catatan sejarah dianggap sebagai daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan perdagangan orang Tionghoa di seberang lautan," buka Tanti kepada ayobandung.com

Sejarawan Universitas Padjadjaran, yang membahas sejarah orang Tionghoa di Bandung (1930-1960) dalam tesisnya, kemudian memaparkan bahwa orang Hokkian banyak yang tinggal di Indonesia bagian timur, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan Pantai Barat Sumatera. 

Sedangkan kelompok imigran Tionghoa lain, itu orang-orang Hakka. Walaupun mereka suku bangsa Cina yang paling banyak merantau ke seberang lautan, mereka bukan suku bangsa maritim. Dan orang Hakka ini merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencaharian hidup. 

"Jadi, bukan orang yang kaya, atau orang-orang Cina yang mapan. Itu sangat logis, karena kalau mereka mapan di daerahnya tidak mungkin mereka menyeberang lautan dan mereka bukan bangsa maritim seperti nenek moyang kita," lanjutnya.

Orang-orang Hakka ini yang kemudian menjadi komunitas Tionghoa paling banyak di Jawa Barat.

Baca Juga: Nenek Moyang PT KAI, Perusahaan Kereta Api SS di Bandung

Akan tetapi, nasib mereka tidak berlangsung baik. Pada tahun 1740, terjadi pembataian besar-besaran terhadap etnis Tionghoa di Jakarta. Pogrom yang umum dikenal sebagai Geger Pacinan ini dikabarkan menelan korban jiwa sekitar 5.000—10.000 manusia.

"Berkaitan dengan peristiwa tahun 1740, ketika ada peristiwa pembataian orang Tionghoa. Setelah tahun itu, setelah keadaan tentram kembali, ada dikeluarkan peraturan yang mengharuskan orang Tionghoa tinggal di kampung tertentu. Dan kita biasanya sebut dengan Pecinan. Kemudian nanti juga ada opsir-opsir, misalnya ada mayor letnan, yang memimpin Pecinan tersebut," tutur Tanti.

Setelah dari sana, masyarakat etnis Tionghoa di Jawa Barat semakin terpusatkan di suatu daerah tertentu. Mereka bergumul di satu tempat. Bukan berarti mereka ingin selalu berdekatan, tetapi memang begitu kolonialis Belanda menetapkan.

Lebih spesifik di Bandung. Berdasarkan data dan sumber arsip, sejak 1810, Pe-Cina-an (Perkampungan Cina) sudah ada di Priangan. Disebutkan bahwa Pecinan ada di Cianjur, Bandung, Parakanmuncang, Sumedang, Limbangan, dan Galuh.

Halaman:

Editor: Aris Abdulsalam

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Cerita Pendek: TANGAN YANG DIBUNGKAM

Sabtu, 21 Januari 2023 | 10:58 WIB

Bojong Kunci: Sejarah Cita Rasa Opak

Jumat, 16 September 2022 | 19:40 WIB
X