Cipto pun dibuang ke Bandung. Selama di Bandung ini Cipto praktik di kliniknya di Tegallegaweg 89. Tempat Cipto ini kerap didatangi berbagai macam orang dengan berbagai macam keperluan, termasuk orang-orang komunis.
Sebagaimana terlihat dalam tulisan berjudul “Communist Contra Politie” yang dimuat di Sin Po 31 Januari 1925 yang isinya: Sakean lamanja kota Bandoeng mendjadi poesatnja dari kaoem Communist di Preanger. Tadinja iaorang tjoema saban-saban boeka vergadering sadja, tapi lantaran orang politie saban-saban tjobah menjegah atawa larang orang bitjara teroes, kaoem Communist roepa-roepanja niat ambil pembalesan. Begitoelah iaorang telah bikin riboet disana dengen labrak bebrapa penggawa politie, hingga terbit “perang ketjil” di Bandoeng. Banjak jang loeka dan orang-orang Communist jang dapet loeka pada pergi berrobat pada... Dr Tjipto.
Sampai 1923 Cipto tampaknya tak melakukan aktivitas politik. Pada 1923 Cipto bertemu dengan Soekarno dan kemudian ikut membidani lahirnya Kelompok Studi Umum (Algemene Studie Club) yang diketuai oleh Soekarno.
Lambert Giebels dalam buku Soekarno, Biografi 1901-1950 (Grasindo, 2001) menyebut kelompok studi ini didirikan pada 1926. Kelompok studi ini berisi kumpulan kaum nasional muda yang sedang berusaha untuk memerdekakan tanah airnya.
Masih menurut Lambert Giebels, Cipto juga hadir dalam rapat persiapan pembentukan partai politik yang bercorak nasionalis pada April 1927. Cipto disebut-sebut tak menyetujui pembentukan partai di luar Kelompok Studi Umum.

Penolakan Cipto rupanya tak menghambat pembentukan partai itu. Pada 4 Juli 1927 PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) didirikan di rumah Iskaq Tjokrohadisurjo di Regentsweg 22 (sekarang Jalan Kabupaten). PNI kemudian berganti kepanjangan menjadi Partai Nasional Indonesia.
Kelemahan Cipto yang ringan tangan dan tanpa pandang bulu membantu oranglah yang akhirnya membuat Cipto kembali dibuang.
Syahdan, pada Juli 1927, Cipto kedatangan prajurit KNIL berpangkat kopral dari Minahasa. Dia datang dan menyampaikan rencananya untuk melakukan sabotase dengan meledakkan persediaan-persediaan mesiu. Sebelum melakukan itu, dia minta ongkos untuk mengunjungi keluarganya di Jatinegara.
Cipto sempat menasihati orang itu agar tak menggunakan cara-cara kekerasan. Walaupun demikian, Cipto tetap memberi orang itu uang 10 gulden. Pemberian uang itulah yang kemudian jadi senjata pemerintah Belanda untuk menuding Cipto telah membantu komunis.
Pada 16 Desember 1927, Cipto dijatuhi hukuman buang ke Banda. Cipto direncanakan berangkat ke pembuangan pada 4 Januari 1928. Namun untuk mencegah timbulnya keonaran, Cipto disuruh pindah dulu ke luar kota Bandung. Luar kota dimaksud ini mungkin sekali Ujung Berung.
Cipto memang punya rumah di Ujung Berung. Sebuah foto yang dimuat di Sin Po 26 November 1927 menunjukkan rumah Cipto di Ujung Berung. Dalam foto itu, Cipto berpose di depan rumahnya dengan ditemani istri dan para pengurus PNI, termasuk Soekarno, yang mengunjunginya.
Profil Singkat Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo yang lahir di Jepara pada 4 Maret 1885 adalah anak sulung dari 11 bersaudara. Pada 1899 Cipto meneruskan pendidikannya ke Sekolah Dokter Jawa (School tot Opleiding van Indische Artsen atau Stovia) di Jakarta dan lulus pada 1905. Cipto menikah dua kali. Istri pertamanya Rr Sujanah, puteri seorang patih di Temanggung.
Istri keduanya adalah seorang Indo pengusaha batik bernama Maria Vogel yang dinikahi tahun 1920. Maria ini aktif di organisasi Insulinde yang juga digeluti Cipto (lihat buku Dr Cipto Mangunkusumo karangan Soegeng Reksodihardjo, Depdikbud, 1992).
Artikel Terkait
[Bandung Baheula] 4 Sejarah Nama Jalan di Kota Bandung, dari Braga hingga Dago
Paguyuban Sapedah Baheula Bandoeng Meriahkan Hari Kemerdekaan Indonesia
Baheula Balé Nyungcung, Ayeuna Masjid Raya Jawa Barat
Kulinér Sunda Jaman Baheula
Peuyeum Bandung (Baheula) Kamashur
Bandung Baheula: Masjid Mungsolkanas Masjid Pangkolotna di Bandung
Bandung Baheula: Kulinér Roti Légendaris di Bandung
Bandung Baheula: Tegallega Tempat Pacuan Kuda para Juragan
Dua Kaulinan Barudak Jaman Baheula: Pérépét Jéngkol jeung Sasalimpetan
Ti Baheula Urang Tionghoa Pinter Dagang