Cipto Mangunkusumo Dua Kali Tinggal di Bandung, Dua-duanya Berakhir dengan Pembuangan

- Rabu, 17 November 2021 | 20:07 WIB
Para pengurus PNI, termasuk Soekarno, berpose di rumah Cipto Mangunkusumo di Ujung Berung, Bandung, sebelum Cipto dibuang ke Banda. Cipto pernah 2 kali tinggal di Bandung, dari 1912-1913 dan 1920-1928. Cipto punya rumah di Tegallega dan Ujungberung.
Para pengurus PNI, termasuk Soekarno, berpose di rumah Cipto Mangunkusumo di Ujung Berung, Bandung, sebelum Cipto dibuang ke Banda. Cipto pernah 2 kali tinggal di Bandung, dari 1912-1913 dan 1920-1928. Cipto punya rumah di Tegallega dan Ujungberung.

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Kota Bandung merupakan kawah candradimuka bagi pahlawan nasional seperti Cipto Mangunkusumo (Tjipto Mangoenkoesoemo). Cipto dua kali tinggal di Bandung tapi dua-duanya berakhir dengan pembuangan.

Cipto ke Bandung untuk pertama kalinya pada Desember 1912 (lihat buku Seabad Pers Kebangsaan, I:Boekoe, 2007). Cipto masuk dalam jajaran dewan redaksi koran De Express yang didirikan Douwes Dekker pada 1 Maret 1912.

Pada 25 Desember 1912, Cipto terlibat dalam pendirian Indische Partij, partai politik radikal pertama di Hindia Belanda, bersama dengan Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) dan Suwardi Suryaningrat (Soewardi Soerjaningrat) yang di kemudian hari dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Ketiganya lekat dengan julukan Tiga Serangkai.

Baca Juga: Dua Kaulinan Barudak Jaman Baheula: Pérépét Jéngkol jeung Sasalimpetan

Tiga-tiganya motor Indische Partij. Tulisan ketiganya di De Express sarat kritik sehingga bikin berang Belanda. Puncaknya adalah tulisan Suwardi Suryaningrat berjudul Als Ik Een Nederlander Was (Andaikan Saya Seorang Belanda) yang isinya mengkritik perayaan besar-besaran kemerdekaan Belanda di Indonesia.

Tiga serangkai Cipto Mangunkusumo, Ernest Douwes Dekker, dan Suwardi Suryaningrat duduk di deretan depan. Sedangkan yang berdiri, dari kiri ke kanan, masing-masing F. Berding, G.L. Topée, dan J. Vermaesen. (https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)
Tiga serangkai Cipto Mangunkusumo, Ernest Douwes Dekker, dan Suwardi Suryaningrat duduk di deretan depan. Sedangkan yang berdiri, dari kiri ke kanan, masing-masing F. Berding, G.L. Topée, dan J. Vermaesen. (https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)

Tulisan yang dimuat tanggal 19 Juli 1913 itu didukung tulisan lainnya dari Cipto dan Douwes Dekker, membuat Cipto dan Suwardi dijebloskan ke penjara pada 30 Juli 1913.

Pada 18 Agustus 1913 ketiganya dijatuhi hukuman buang. Ketiganya memilih dibuang ke Belanda dan berangkat pada 6 September 1913. Tak heran kalau ketiganya juga disebut trio banelling (trio buangan).

Kedatangan Cipto Mangunkusumo ke Bandung untuk Kedua Kalinya

Cipto kembali masuk dan tinggal di Bandung pada tahun 1920.

Ceritanya, saat dibuang ke Belanda, Cipto sakit-sakitan. Cipto mengidap asma. Pada Juli 1914, Cipto akhirnya diperkenankan kembali ke Indonesia. Setiba di Indonesia, Cipto tinggal di Semarang lalu ke Solo.

Bukannya kapok, Cipto malah kembali aktif berpolitik lewat Insulinde, organisasi pengganti Indische Partij. Di bawah Cipto, anggota Insulinde membengkak. Dari 1.009 anggota pada 1915, menjadi 6.000 pada 1917 dan bahkan 40.000 orang pada 1919. Pada 9 Juni 1919 Insulinde ganti nama jadi Nationaal-Indische Partij (NIP).

Baca Juga: Bandung Baheula: Masjid Mungsolkanas Masjid Pangkolotna di Bandung

Tentu saja perkembangan massa NIP yang demikian pesat membuat Belanda ketakutan. Pada 15 Oktober 1920, Dewan Hindia (Raad van Nederlandsch Indie) memberi masukan kepada gubernur jenderal untuk mengusir Cipto ke kawasan yang tidak bisa bicara bahasa Jawa.

Halaman:

Editor: M. Naufal Hafizh

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Cerita Pendek: TANGAN YANG DIBUNGKAM

Sabtu, 21 Januari 2023 | 10:58 WIB

Bojong Kunci: Sejarah Cita Rasa Opak

Jumat, 16 September 2022 | 19:40 WIB
X