Ada trik dalam cara berdagang orang Tionghoa, terutama kepada Pribumi. Mereka pun rupanya sudah jago berniaga sejak dahulu.
LENGKONG, AYOBANDUNG.COM — Kecakapan dagang orang-orang Tionghoa sebenarnya bukanlah suatu hal misterius, apalagi bersifat magis. Secara historis, mereka memang punya trik yang mumpuni, yang membuat orang-orang Pribumi di Nusantara (baca: Indonesia) jatuh hati.
Bukan rahasia sebenarnya bahwa pada masa kolonialis Belanda, orang-orang Pribumi cenderung lebih dekat dengan Tionghoa. Sebuah hubungan yang tidak terjalin dengan orang-orang Eropa.
Orang Tionghoa punya faktor yang tidak dimiliki oleh Eropa sebagai pedagang. Hal inilah yang menentukan kecemerlangan perniagaan mereka, terutama di Bandung, Jawa Barat.
"Orang-orang Tionghoa tuh mereka dianggap paling mengerti apa kebutuhan dari Pribumi," ungkap Tanti Restiasih Skober, sejarawan Universitas Padjadjaran, yang membahas sejarah orang Tionghoa di Bandung (1930-1960) dalam tesisnya, saat dihubungi ayobandung.com beberapa waktu lalu.
"Dalam sebuah iklan, misalnya, ketika mendekati Idulfitri, itu kebutuhan Pribumi untuk Idulfitri lebih bisa dipenuhi oleh orang-orang Tionghoa."
Di sini terlihat bahwa hubungan intensif pedagang Tionghoa dengan konsumen Pribumi membuat mereka lebih mengenal kebutuhan dan selera golongan rendah. Konsep dagang itu amat berbeda dengan sikap pedagang Eropa, yang menurut Tanti "terlalu ekslusif" untuk kelas atas dan tidak terjangkau rakyat biasa di tingkat bawah.
"Di Bandung memang banyak toko-toko orang Eropa. Tetapi kalaupun Pribumi (ada yang membeli) ya Pribumi kelas atas," lanjut tanti.
"Kemudian juga bagaimana orang Eropa di Jalan Braga lebih mengutamakan untuk (konsumen) orang Eropa Sendiri, sedangkan orang Tionghoa itu lebih dekat dan mengetahui kebutuhan orang Pribumi."
Tak mengherankan, jarak sosial-ekonomi yang terlalu jauh dan bahkan minim persinggungan, antara Pribumi—Eropa, menimbulkan ketidakharmonisan. Bahkan, ketidakharmonisan ini juga berlaku antara Tionghoa dan Eropa.
Baca Juga: Di Hotel Tjimahi, Raymond Westerling si Pembantai 100 Prajurit TNI Bersembunyi
Dalam sebuah tulisan di Sin Bin, misalnya, yang terbit di Bandung pada 15 Juli 1925, ketidakharmonisan itu jelas-jelas terlihat. Artikel yang berjudul Jangan Mengukur di Badan Laen Orang memaparkan bagaimana persaingan antara saudagar Tionghoa dengan Eropa: Tapi apalah ia kira, lantaran adanya itu beberapa saudagar Eropa yang kurang ajar, tidak tahu malu, tidak mengenal kesopanan dan kemanusiaan. Tertulis dalam salah satu kalimatnya.
Seakan saling menyerang, sebagai penegasan permusuhan terhadap Tionghoa, penguasa Eropa pada masa kolonialis Belanda juga menerapkan berbagai kebijakan yang membatasi aktivitas ekonomi Tionghoa.
Dengan pembentukan anti-rentenir, misalnya, orang Eropa mencoba menekan saudagar Tionghoa yang bukan hanya berdagang, tetapi juga mendapatkan untung dari meminjamkan uang.
Artikel Terkait
Mobil RFS Rachel Vennya Resmi Disita dan Bayar Denda Rp500 Ribu
bank bjb Terus Bergerak Positif hingga Triwulan 3 Tahun 2021
Bobotoh Tak Bisa Tidur Nyenyak Jika Persib Kalah dari PSIS: Bikin Lesu Semangat
Syarat Naik Pesawat untuk Anak di Bawah 12 Tahun Oktober Terbaru, Cek Lengkapnya di Sini
Disdik KBB Klaim Pelaksanaan PTM Tak Picu Kasus Covid-19
Gegara Terdampak Blasting KCIC, 18 Rumah Sulit Terjual di Kompleks Tipar Bandung Barat
Redmi Note 11 Bawa Fast Charging 120 W, Ini Tanggal Rilisnya!
Fakta Seputar Lagu Indonesia Raya. Betulkah Dinyanyikan Pertama Kali Saat Sumpah Pemuda?
Indonesia Tak Takut Australia: Sepak Bola Mereka Kuat tetapi Kami Juga
10 Penyebab Telinga Berdengung, Normal atau Tanda Bahaya?