Dari Vereeniging Himpoenan Soedara ke Bank Woori Saudara

- Kamis, 14 Oktober 2021 | 16:58 WIB
Para pengurus Vereeniging Himpoenan Soedara pada 1929. Dari kiri ke kanan: Adiwinata (komisaris), RH Djoewaeni (bendahara), M Masdoeki (direktur), T. Hasan Arip (sekretaris), dan T Basoeki (komisaris). Berdiri di belakang, Sanamin (oppasser). (Gedenkboek Vereeniging Himpoenan Soedara 1906-1936)
Para pengurus Vereeniging Himpoenan Soedara pada 1929. Dari kiri ke kanan: Adiwinata (komisaris), RH Djoewaeni (bendahara), M Masdoeki (direktur), T. Hasan Arip (sekretaris), dan T Basoeki (komisaris). Berdiri di belakang, Sanamin (oppasser). (Gedenkboek Vereeniging Himpoenan Soedara 1906-1936)

Bank Woori Saudara dulunya bernama Himpoenan Soedara, sebuah perkumpulan yang dibuat oleh 10 saudagar batik besar di Kota Bandung pada 1906. Dulu hanya untuk pribumi Muslim.

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Sekilas, nama Bank Woori Saudara terkesan sebagai sebuah kata campuran. Memang benar, kata Woori diambil dari nama Woori Bank Korea yang anak perusahaannya di Indonesia diberi nama PT Bank Woori Indonesia. Nama itu diberikan seturut terjadinya peralihan saham Arifin Panigoro dan PT Medco Intidinamika di Bank Himpunan Saudara kepada Woori Bank Korea dan Bank Woori Indonesia pada 2014. Maka jadilah Bank Woori Saudara.

Dari situs resminya kita tahu Bank Woori Saudara merujuk sejarahnya pada Vereeniging Himpoenan Soedara yang didirikan di Bandung pada 1906, bukan pada Woori Bank Korea. Tulisan ini hanya akan menceritakan kembali sejarah Himpoenan Soedara seperti yang ditulis dalam buku peringatan 30 tahun perhimpunan ini. Keterangan tambahan diambil seperlunya dari buku Bank Saudara 1906-2008: a 102 Year Journey to Destiny yang diterbitkan Medco Foundation pada 2008.

Baca Juga: Ti Baheula Urang Tionghoa Pinter Dagang

Sejarah Vereeniging Himpoenan Soedara Sampai 1936

Sebelum Boedi Oetamo didirikan pada 1908, kesadaran orang Indonesia akan pentingnya berorganisasi relatif kecil. Boleh dikatakan mereka tak tahu untuk apa membuat perkumpulan.

“Perkoempoelan jang pertama kali, jang ada ertinja, jang dihargai dalam kalangan bangsa kita, jaitoe perkoempoelan Studiefonds jang diandjoer-andjoerkan, dipropagandakan pada tahoen 1906 oleh Toean Dr. Wahidin dibantoe oleh Toean R. Kamil dan Toean Atmodirono, jang 2 tahoen kemoedian mendjadi perkoempoelan Boedi-Oetomo marhoem,” demikian isi buku Gedenkboek Vereeniging Himpoenan Soedara 1906-1936 yang diterbitkan AC Nix & Co pada 1936.

Pada saat Wahidin Soedirohoesodo mempropagandakan perkumpulan, kesadaran yang sama muncul di Bandung. Kesadaran itu muncul di antara para saudagar dengan tujuan bisnis. Kesadaran itu muncul di antara saudagar-saudagar kecil Bandung dengan membentuk organisasi yang diberi nama  Goena Perniagaan. Tak jelas kapan Goena Perniagaan ini didirikan.

Bisa jadi omongan Wahidin atau pendirian Goena Perniagaan itu yang menginspirasi para saudagar besar Bandung untuk membuat perkumpulan. Namun yang jelas, berbisnis batik saat itu perlu modal yang sangat besar. Untuk belanja batik, para saudagar batik Bandung harus belanja barangnya ke Mataram, Solo, Pekalongan, Kaliwungu atau Tanahabang. Butuh waktu lama untuk berkeliling ke tempat-tempat itu. Kalau uang yang dibawa sedikit, hasilnya tidak optimal. Hanya habis di ongkos.

Baca Juga: Bandung Baheula: Tegallega Tempat Pacuan Kuda para Juragan

Uang yang harus dibawa untuk belanja paling sedikit 20.000 gulden kalau mau untung. Untuk menyiapkan uang sebanyak itu jelas bukan perkara mudah. Kemungkinan karena kebutuhan uang modal yang begitu banyak, para saudagar batik besar di Kota Bandung kemudian berkumpul dan menggagas pembentukan organisasi.

Ide itu mula-mula digagas oleh tiga saudagar, masing-masing H Basoeni, H Domiri, dan H Badjoeri. Setelah ketiga orang itu sepakat, mereka mengajak saudagar lainnya. Total 10 saudagar menyatakan bersedia bergabung dalam organisasi yang diberi nama Vereeniging Himpoenan-Soedara pada 1906.

Kesepuluh orang itu adalah H Basoeni, H Badjoeri, M. Marta, H Domiri, R. Wargadipradja (RH Djoewaeni), Maksoedi, Basar, Jahja Adiwinata, Joened (H Hoetomi), dan Kasah (H Boechri). Saat itu, Badjoeri dipilih untuk menjadi ketuanya dengan didampingi Basoeni sebagai sekretaris merangkap bendahara dan M Marta sebagai komisaris.

Ketika itu, Himpoenan Soedara (HS) masih belum dilengkapi dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Ikatan di antara ke-10 orang itu hanya berdasar pada “satoe perdjandjian dalam soerat zegel, jang mewadjibkan seorang-orangnja menjimpan pada tiap-tiap boelan ƒ 10.— (sepoeloeh roepia) banjaknja dan tidak boleh diambil sebeloem 5 tahoen lamanja.”

Halaman:

Editor: M. Naufal Hafizh

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Cerita Pendek: TANGAN YANG DIBUNGKAM

Sabtu, 21 Januari 2023 | 10:58 WIB

Bojong Kunci: Sejarah Cita Rasa Opak

Jumat, 16 September 2022 | 19:40 WIB
X