Beberapa bagian bangunan masjid masih mempertahankan desain lama saat pertama kali diarsiteki oleh arsitek Belanda Wolff Schoemaker.
Kebanyakan tulisan tentang Sejarah Masjid Cipaganti merujuk pada plakat yang terpasang di salah satu dinding masjid. Dalam plakat itu tertulis, Masjid Cipaganti mulai dibangun 11 Syawal 1351 (7 Februari 1933) dan diresmikan pada 11 Syawal 1352 (27 Januari 1934).
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Bupati Bandung Raden Tumenggung Hassan Soemadipradja dengan diiringi oleh Patih Bandung Rg. Wirijadinata, dan Kepala Penghulu Bandung Raden Haji Abdoel Kadir.
Tertera tulisan perancang Masjid Cipaganti di bagian bawah prasasti itu, yakni Wolff Schoemaker. Pemborongnya adalah Anggadibrata dengan dibantu oleh Keramisch Laboratorieum (sekarang Balai Besar Keramik).

Meski begitu, tulisan tentang Sejarah Masjid Cipaganti juga terkadang dilengkapi sumber lisan dengan tak mengoroborasikannya dengan keterangan lain. Pendeknya, tulisan tentang Sejarah Masjid Cipaganti pada umumnya tanpa dinamika.
Masjid Cipaganti tidak dibangun dengan proses pembangunan biasa. Butuh setidaknya enam tahun, dari 1926-1932, sebelum masjid bisa dibangun lagi.
"Dibangun lagi", frasa itulah yang mesti digarisbawahi. Karena dalam tulisan yang berasal dari investigasi pengurus Masjid Cipaganti, disebutkan bahwa Masjid Cipaganti sudah berdiri sekitar 100 tahun sebelumnya. Berarti bukan tahun 1933, tetapi sekitar tahun 1830-an.
Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Cipaganti Mochamad Zaenal Muttakin mengonfirmasi pernyataan tersebut. Ia menegaskan Masjid Cipaganti di wilayah Utara Kota Bandung ini sudah ada dan berdiri sejak 1800-an. Tetapi, saat itu masjid masih dibangun dengan material bilik dan bernama Masjid Kaum Cipaganti.
Ia menuturkan, pada 1930-an pemerintah Belanda hendak mengubah kawasan Cipaganti menjadi perumahan elite bagi warganya. Masjid pun hendak dibongkar sebab akan dijadikan jalan oleh pemerintah saat itu.
Namun, para kaum Muslimin keberatan dengan hal tersebut dan menginginkan masjid tetap ada. Seiring waktu, pemerintah Belanda mempersilakan masjid tetap berdiri, namun dengan persyaratan harus dibangun permanen.
"Ditulis di media massa tempo dulu, penghulu Bandung dan masyarakat protes setelah (masjid) diruntuhkan dan mau dijadikan jalan. Pemerintah Belanda akhirnya mempersilakan mau dibikin masjid harus permanen karena di sekeliling mau dibuat perumahan Belanda," ujarnya dikutip dari Republika (jaringan Ayobandung.com).
Menurutnya, masyarakat saat itu akhirnya membangun masjid yang berdiri di tanah wakaf dengan menggunakan dana swadaya dan diarsiteki oleh Wolff Schoemaker.
Masjid Cipaganti sebelumnya, yang berbahan bilik, memiliki luas area mencapai 8.000 meter persegi. Namun akhirnya menyusut menjadi 2.675 meter persegi setelah jadi Masjid Cipaganti baru yang berbahan permanen.
Polemik historis inilah yang jarang diungkap dalam Sejarah Masjid Cipaganti. Sedikit yang menjelaskan bahwa bangunan masjid tahun 1933 itu sebetulnya bangunan baru, mengingat bangunan sebelumnya dirobohkan Gemeenteraad sekitar enam tahun sebelumnya.
Wolff Schoemaker pindah agama lagi